Terkini Nasional
Momen saat Jokowi Ditanya Siswa SMK soal Hukuman Mati bagi Koruptor
Siswa SMK ini berani bertanya pada Presiden Jokowi soal penegasan hukuman bagi koruptor.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Seorang siswa SMK Negeri 57, Pasar Minggu, Jakarta bernama Harley Firmansyah diberikan kesempatan untuk bertanya sesuatu hal pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pertanyaan ini Harley sampaikan saat acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12/2019) lalu.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Selasa (10/12/2019), ia memberanikan diri untuk bertanya soal hukuman tegas untuk para koruptor.
• Jokowi Pilih ke SMK daripada KPK saat Peringatan Hari Antikorupsi, ICW: Ini Jadi Tanda Buang Badan
Ia menilai, saat ini hukuman untuk para koruptor di Indonesia kurang tegas.
"Kenapa kita tidak berani mengambil tindakan kayak di negara-negara maju seperti hukuman mati atau yang lain," tanya Harley pada Presiden Jokowi.
Sontak pertanyaan dari Harley itu mendapat tepuk tangan dari teman-temannya yang hadir dalam acara tersebut.
Jokowi pun menjawab pertanyaan yang diajukan Harley tersebut dan menjelaskannya.
Menurut Jokowi, saat ini Indonesia belum mempunyai sistem perundangan yang mengatur tentang hal tersebut.
"Ya kalau di undang-undangnya memang ada yang korupsi dihukum mati itu akan dilakukan, tapi di UU tidak ada yang korupsi dihukum mati," jawab Jokowi.
Sementara itu dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews, Senin (9/12/2019), Jokowi turut memberikan pernyataannya saat ditanya mengenai rencana aturan soal hukuman mati tersebut.
Jokowi menyatakan apabila terdapat masukan dari masyarakat soal hal itu akan direalisasikan oleh pemerintah.
Namun hal tersebut tergantung pada keputusan dan mekanisme di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," papar Jokowi.
"Ya bisa saja kalau itu memang kehendak dari masyarakat, tapi tergantung yang ada di legislatif."
• Maju Pilkada Medan, Ini Kata Menantu Jokowi Bobby Nasution soal Tudingan Politik Dinasti
Lihat video selengkapnya:
Hal ini kemudian ditanggapi oleh sejumlah pihak, satu di antaranya adalah peneliti Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Pukat UGM) Zaenur Rohman.
Menurut Zaenur, pernyataan Jokowi soal penerapan hukuman mati untuk koruptor hanya omong kosong belaka.
Zaenur menilai selama ini Jokowi tak menunjukkan komitmen untuk pemberantasan korupsi.
"Ini adalah pernyataan kosong dari presiden untuk memperlihatkan seolah-olah presiden punya komitmen pemberantasan korupsi, padahal presiden sangat tak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi," kata Zaenur seperti yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (10/12/2019).
Ia lalu menyebutkan contoh tidak adanya komitmen Jokowi baru-baru ini, yaitu soal pemberian grasi pada koruptor.
"Jangan kan komitmen, presiden malah permisif menurut saya, semakin longgar terhadap korupsi dengan berikan grasi terhadap Annas Maamun," ujar Zaenur.
Diketahui Jokowi mengabulkan grasi pada terpidana korupsi Annas Mammun dengan alasan kesehatan.
Zaenur menilai alasan tersebut tak kuat, ia mengatakan ada cara lain untuk menanggulangi masalah tersebut.
"Ini juga tak beralasan menurut saya, hanya karena sakit-sakitan justru seharusnya dijawab penanganan fasilitas kesehatan, kalau mau presiden peduli terhadap warga binaan di lapas," paparnya.
Saat ini yang terpenting dalam pemberantasan korupsi adalah penguatan kinerja lembaga-lembaga penegakan antikorupsi seperti KPK serta Polri dan kejaksaan.
Menurut Zaenur, hal tersebut lebih penting daripada membicarakan soal hukuman mati.
"Justru yang dibutuhkan adalah lembaga-lembaga pemberantasan korupsi itu lah yang harus dibersihkan atau direvitalisasi."
"Siapa yang mau memberantas korupsi sekarang kalau KPK dipreteli kewenangannya? Tak ada kan," ucap dia.
• Kartu Pra Kerja Disebut untuk Menggaji Pengangguran, Presiden Jokowi: Itu Keliru
Pilih SMK timbang KPK
Saat peringatan Hari Anti Korupsi kemarin (Senin, 9/12/2019), Presiden Jokowi lebih memilih menghadiri acara peringatan di SMK Negeri 57, Pasar Minggu, Jakarta ketimbang menghadiri acara di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Ia kemudian mengutus Wakil Presiden Maruf Amin untuk datang ke gedung merah putih tersebut.
Hal tersebut kemudian mendapat reaksi dari Indonesia Corruption Watch ( ICW).
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo pun menilai ada yang salah antara hubungan Presiden Joko Widodo dengan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) saat ini.
"Ada yang salah dalam hubungan antara Presiden dengan KPK," ujar Adnan seusai membuka Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia bertajuk Festival Bersama Kawan: Merawat Ingatan Kolektif yang digelar ICW di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
Ketidakhadiran Jokowi disebut akan memberikan dampak buruk dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi ke depannya.
• Presiden Jokowi Sebut Kemungkinan Hukuman Mati bagi Koruptor, Pengamat: Pernyataan Kosong
Pasca-polemik pengesahan undang-undang (UU) KPK beberapa waktu lalu, menurut Adnan, saat ini ia melihat sudah tidak ada hubungan kedekatan dan komunikasi baik antara Jokowi dan KPK .
"Salahnya karena tidak ada chemistry, komunikasi yang baik yang ini sebenarnya bisa membawa angin segar terutama bagaimana upaya mensinkronisasi agenda pemberantasan korupsi bisa dilakukan," kata dia.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)