Breaking News:

Kabinet Jokowi

Haris Azhar Sebut Ada Diskriminasi Hukum di Era Jokowi: Kalau Temannya Kasus Tidak Berlanjut

Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar menduga adanya kepentingan politik atas bergabungnya Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi).

YouTube Indonesia Lawyers Club
Aktivis HAM Haris Azhar di Indonesia Lawyers Club Selasa (22/10/2019). 

TRIBUNWOW.COM - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar menyebut adanya diskriminasi hukum di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Haris Azhar mengaku tak melihat adanya kapasitas menjanjikan dalam periode kedua kepemimpinan Jokowi.

Ia menduga adanya unsur bisnis dalam keputusan Jokowi memilih Prabowo sebagai Menteri Pertahanan.

Hal itu disampaikan Hariz Azhar dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (22/10/2019).

Perjalanan Politik Prabowo Subianto, Kalah di Pilpres hingga Jadi Menhan Jokowi

Daftar Wajah-wajah Baru Menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maruf Amin, Mahfud MD hingga Prabowo

"Soal penegakan hukum, soal penghormatan HAM, saya tidak melihat suatu kapasitas yang menjanjikan dalam periode yang kedua," kata Haris.

"Karena memang mekanisme penegakan hukum dijadikan instrumen kepentingan politik."

Menurutnya, terdapat unsur bisnis di balik keputusan Jokowi memilih Prabowo sebagai menteri.

Seperti diketahui, Prabowo merupakan rival Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu.

"Mungkin juga mungkin ada unsur bisnis untuk memperkaya atau menguatkan gerbong politiknya," ucap Haris.

Haris melanjutkan, penegakan hukum pada kepemimpinan Jokowi dilakukan secara diskriminatif.

"Tapi juga dia merugikan atau merusak prinsip hukum sendiri, penegakan hukum jadi diskriminatif," ucap Haris.

Menurutnya, kini hukum lebih berpihak pada mereka yang berada di kubu pemerintah.

"Kalau temannya tidak berlanjut, tetapi kalau bukan temannya atau oposisi atau yang dianggap berseberangan maka akan diproses terus (hukumannya)," ujar Haris.

Ia lantas menyinggung nama Juru Bicara Ketua Umum Partai Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Menurutnya, setelah Gerindra bergabung dalam koalisi, posisi Dahni Anzar akan semakin diuntungkan.

Haris menilai, kasus Dahnil Anzar yang diduga terlibat dalam penyimpangan dana Apel dan Kemah Pemuda Kemenpora 2017 itu akan mandek di tengah jalan. 

"Kayak Dahnil ini menurut saya akan untuk masuk ke kubu istana, maka kasusnya akan didrop, alhamdulillah sampai di situ buat dahnil," ucap Haris menyindir.

Terkait kondisi tersebut, Haris menyatakan banyak pihak yang mendekati penguasa untuk tujuan tertentu.

Misalnya untuk mendapatkan kekuasaan dan keberlanjutan politik orang yang bersangkutan.

"Menurut saya situasi seperti ini yang akhirnya menyandera bahwa orang masuk ke kubu penguasa dalam rangka kenyamanan, kekuasaan dan juga untuk membangun kapasitas keberlanjutan mereka dalam berpolitik," kata Haris menambahkan.

"Kalau begini ceritanya ini namanya tersandera."

Haris lantas menceritakan tentang pesan singkat yang ia terima dari seorang warga.

"Sekarang saya mau pakai logika warga, misalnya hari ini saya mendapat Whatsapp dari beberapa orang yang saya dampingi, yang melihat di TV si ini, si itu, dan menduga 'Pak Haris kenal, Bung Haris kenal, dan lain-lain, barangkali kasusnya nanti bisa dibicarakan ke orang-orang tersebut'," ucap Haris.

"Menurut saya, ada krisis akses upaya pemulihan bagi para warga yang mengalami kerugian, penderitaan mencari keadilan."

Sosok Menteri Kesehatan Baru Dokter Terawan, Langganan Prabowo hingga Pernah Tuai Kontroversi

Soal Rekonsiliasi Prabowo dan Jokowi, Haris Azhar Singgung Pertemuan di MRT dan Makan Nasi Goreng

Ia lantas menyoroti tentang perpindahan para elite politik dari kubu satu ke kubu lain.

"Nah, konstalasi-konstalasi pemindahan elite kubu sana ke kubu sini, gabung sana gabung ke sini, dia tidak mempresentasikan bagaimana untuk mengefektifkan institusi-institusi atau mekanisme atau aturan yang sudah kita punya," ungkapnya.

Menurutnya, alasan para elite politik yang bergabung ke kubu lain untuk menguatkan pemerintahan itu sama sekali tak relevan.

Haris menyatakan yang bersatu hanya para elite politik, bukan bangsa Indonesia.

"Yang kelihatan adalah soal bagaimana ini gabung, menguatkan pemerintahan, sampai situ yang dibangun hnaya naraasi soal persatuan, ini yang bersatu elite, bukan kita bangsa yang bersati," ungkapnya.

Menurutnya, masyarakat saat ini masih berada di bawah para elite politik.

"Bangsa kita masih ada perbedaaan antara elite dengan warganya," imbuh Haris.

Simak video selengkapnya berikut ini menit 6.05:

Dari Rival Pilpres 2019, Prabowo Kini Jadi Menteri Jokowi

Presiden Joko Widodo telah secara resmi mengumumkan susunan kabinet barunya, Rabu (23/10/2019).

Satu di antara menteri kabinet tersebut adalah Prabowo Subianto yang dipercaya menjadi Menteri Pertahanan.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto serta Edhy Prabowo hadir di Istana Negara, Senin (21/10/2019) pukul 16.07 WIB.

Setelah bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Prabowo membeberkan dirinya diminta menjadi Menteri Pertahanan (Menhan).

Prabowo yang didampingi Edhy tampak keluar dari gerbang Istana Negara dan disambut oleh awak media.

"Saudara-saudara sekalian, saya baru saja menghadap Bapak Presiden Republik Indonesia yang baru kemarin dilantik," ujar Prabowo.

Prabowo mengaku dirinya dan Edhy diminta Jokowi untuk ikut dalam Kabinet Kementerian Jilid II.

"Saya bersama saudara Edhy Prabowo, kami diminta untuk memperkuat kabinet Beliau," tutur Prabowo.

Prabowo sebelumnya sudah sempat menyebut dirinya akan bersedia jika diminta untuk membantu pemerintah.

"Saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra apabila diminta kami siap membantu dan hari ini resmi diminta dan kami sudah sanggupi untuk membantu," kata Prabowo.

Prabowo membeberkan Jokowi menjadikan dirinya calon Menhan.

"Saya Beliau izinkan untuk menyampaikan bahwa saya diminta membantu Beliau di bidang pertahanan," aku Prabowo (TribunWow.com)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Haris AzharIndonesia Lawyers Club (ILC)HukumJokowi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved