Pelantikan Anggota DPR MPR
Yunarto Wijaya Sebut Tugas DPR 2019-2024 Lebih Berat: Ada Beban RUU yang Bernafsu Disahkan
Yunarto Wijaya menilai kinerja DPR periode 2019 -2024 akan lebih berat dari beban DPR periode sebelumnya.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai kinerja DPR periode 2019 -2024 akan lebih berat dari beban DPR periode sebelumnya.
Diketahui, sebanyak 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024, telah resmi dilantik di Ruang Rapat Paripurna I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Yunarto lantas menuturkan bahwa akan ada beban lebih berat yang menjadi tanggungjawab DPR periode baru, dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Selasa (1/10/2019).
• Jadi Anggota DPR Termuda di Usia 23 Tahun, Hillary Brigitta Lasut Ingin Perbaiki Citra Anggota Dewan
Mulanya Yunarto melihat mengenai adanya penundaan yang sejumlah rancangan undang-undang sepeeti Rancangan Undang-Undang KUHP (RKUHP).
Karena hal itu, menurutnya akan lebih sulit lantaran belum adanya perubahan sistem secara masif yang dilakukan saat ini.
Kemudian Yunarto juga melihat mengenai target program legislasi nasional (Prolegnas).
Menurutnya, target prolegnas tidak masuk akal lantaran bukan kebutuhan masyarakat.
"Artinya, kinerja DPR periode sebelumnya, saat ini, atau berikutnya, kalau tanpa perubahan sistem yang ekstrem, akan mengulang hal yang sama."
"Ditambah, ada beban RUU yang sangat bernafsu untuk disahkan. Ini akan membuat beban DPR periode berikutnya lebih berat," ujar Yunarto, Senin (30/9/2019).
Sejumlah RUU kontroversial juga diamati oleh Yunarto.
Ia melihat RUU seperti RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba, dan lainnya jangan hanya ditunda namun juga ajak masyarakat terlibat.
Menurutnya, pembahasan RUU tersebut terburu-buru dan terkesan hanya mengejar waktu saja.
• Dilantik Jadi Anggota DPR RI, Mulan Jameela Mengaku Ingin Duduk di Komisi X
Ia lantas menyarankan anggota DPR periode berikutnya melakukan uji publik saat membahas kembali RUU yang masih kontroversial tersebut.
"Pada dasarnya publik tidak mementingkan berapa UU yang disahkan. Yang penting UU tersebut berkualitas dan dilakukan uji publik terlebih dulu," tandas Yunarto.
Catatan Kinerja DPR Periode 2014-2019
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, memaparkan sejumlah catatan kerja DPR periode 2014-2019 lalu.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (30/9/2019), Lucius Karus mengatakan DPR periode 2014 dalam melakukan tugasnya sangat mundur.
"Saya kira sulit untuk kita katakan DPR kali ini baik atau karenanya perlu diapresiasi. Jadi ini kemunduran luar biasa dari finansial maupun dari sisi citra kelembagaan," ujar Lucius.
Dirinya menjelaskan mengenai kinerja DPR dalam melakukan penyelesaian rancangan undang-undang.
Menurutnya, dalam 189 target Rancangan Undang-Undang yang harus diselesaikan DPR periode 2014-2019, hanya sebanyak 87 RUU yang disahkan.

Dari 87, 38 di antaranya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.
Sedangkan 49 RUU merupakan RUU kumulatif terbuka.
Padahal dalam periode sebelumnya, 2009-2014 juga buruk namun lebih tinggi 2 persen.
Yakni dari target 247 RUU sebesar 69 RUU diselesaikan atau hanya 22 persen dari target.
Dan pada 2019-2019 terhitung hanya 20 persen dari target.
"Kalau sekarang kan target cuma 189 hasilnya cuma 38," ujar dia.
Selain rapor buruk, Lucius Karus mengatakan ada banyak dugaan pelanggaran yang tidak dikenai sanksi.
Dalam memberikan contoh, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Ketua DPR sebelumnya Setya Novanto yang melakukan pelanggaran hingga tiga kali.
• Mulan Jameela Mengaku Gugup Dilantik Jadi Anggota DPR: Saya Nervous
Dan tak ada sanksi tegas dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Pastinya sudah ada hukuman berat untuk tiga kali pelanggaran ini. Tapi ini kan tidak pernah," kata dia.
Selain itu, adanya 23 kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan.
Bahkan yang tersandung kasus korupsi merupakan pimpinan anggota dewan.
Yakni saat itu sebagai Ketua DPR dan Ketua Golkar, Setya Novanto, tersandung dalam kasus korupsi KTP Elektronik.
Kemudian Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan, kasus dugaan korupsi pemberian fee atau komisi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Tak sampai di situ, pergantian pimpinan DPR sebanyak empat kali dalam satu kali masa jabatan.
Menurutnya hal itu membuat penggantian pimpinan dalam kurun waktu singkat ini membuat DPR tidak dapat melakukan konsolidasi kerja.
"Karena hampir setiap pimpinan datang dengan misi dan visi barunya, dan hampir pasti sisi baru itu ingin mengoreksi pemimpin yang sebelumnya," kata Lucius.
Poin terakhir yang disorot Lucius yaitu perebutan kekuasaan di dalam tubuh DPR.
Hal ini terlihat dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Dalam periode 2014-2019 para anggota Dewan telah melakukan tiga kali revisi pada undang-undang ini.
Revisi pertama disahkan 5 Desember pada tahun 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019.
• Ini Sumpah dan Janji yang Diucapkan Para Anggota DPR 2019-2024
Dan tiga kali revisi tersebut kemudian mengubah aturan soal jumlah kursi Pimpinan MPR.
Dari lima kursi pimpinan berubah menjadi delapan.
Lucius kemudian juga menyoroti perihal ada UU yang tak terkait dengan rakyat.
Yakni RUU KPK dan RKUHP.
"Misalnya RUU KPK, selain itu ada nafsu besar untuk mengesahkan RKUHP. Itu kan tidak terlihat sedang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil malah mau memberangus rakyat kecil," kata Lucius.
Dari sejumlah catatan itu ia pun menilai belum ada prestasi yang ditorehkan DPR.
Hanya satu penialain positifnya mengenai kinerja dewan di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo.
Selama kepemimpinan Bambang, menurut Lucius, rencana kerja yang terukur setiap masa sidang.
Akan tetapi hal itu tidak sebanding dengan catatan buruk yang ditorehkan.
"Jadi saya kira mereka sukses untuk menjadi pelayan dari elite kekuasaan. Mungkin itu hal baik dari DPR 2014-2019," ujar Lucius.
(TribunWow.com/Roifah Dzatu Azmah)