Pelantikan Anggota DPR MPR
Ini Catatan Kinerja DPR RI 2014-2019, dari Target RUU, Kasus Korupsi Dua Pimpinan, hingga RKUHP
Masa bakti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 telah habis digantikan periode 2019-2024. Tengok catatan kinerja 5 tahun ini.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Masa bakti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 telah habis digantikan periode 2019-2024.
Diketahui prosesi pelantikan DRI periode 2019-2024 ini telah dilangsungkan di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, memaparkan sejumlah catatan kerja DPR periode 2014-2019 lalu.
• Ini Tugas dan Wewenang Anggota DPR selama 5 Tahun ke Depan, Simak dan Pahami Kewajibannya
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (30/9/2019), Lucius Karus mengatakan periode 2014 dalam melakukan tugasnya sangat mundur.
"Saya kira sulit untuk kita katakan DPR kali ini baik atau karenanya perlu diapresiasi. Jadi ini kemunduran luar biasa dari finansial maupun dari sisi citra kelembagaan," ujar Lucius.
Dirinya menjelaskan mengenai kinerja DPR dalam melakukan penyelesaian rancangan undang-undang.
Menurutnya, dalam 189 target Rancangan Undang-Undang yang harus diselesaikan DPR periode 2014-2019, hanya sebanyak 87 RUU yang disahkan.
Dari 87, 38 di antaranya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.
Sedangkan 49 RUU merupakan RUU kumulatif terbuka.
Padahal dalam periode sebelumnya, 2009-2014 juga buruk namun lebih tinggi 2 persen.
Yakni dari target 247 RUU sebesar 69 RUU diselesaikan atau hanya 22 persen dari target.
• Lihat Penampilan Mulan Jameela saat Hadiri Pelantikan Anggota DPR RI, Pakai Baju Tradisional Bugis
Dan pada 2019-2019 terhitung hanya 20 persen dari target.
"Kalau sekarang kan target cuma 189 hasilnya cuma 38," ujar dia.
Selain rapor buruk, Lucius Karus mengatakan ada banyak dugaan pelanggaran yang tidak dikenai sanksi.
Dalam memberikan contoh, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Ketua DPR sebelumnya Setya Novanto yang melakukan pelanggaran hingga tiga kali.
Dan tak ada sanksi tegas dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Pastinya sudah ada hukuman berat untuk tiga kali pelanggaran ini. Tapi ini kan tidak pernah," kata dia.
Selain itu, adanya 23 kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan.
Bahkan yang tersandung kasus korupsi merupakan pimpinan anggota dewan.
Yakni saat itu sebagai Ketua DPR dan Ketua Golkar, Setya Novanto, tersandung dalam kasus korupsi KTP Elektronik.
Kemudian Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan, kasus dugaan korupsi pemberian fee atau komisi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Tak sampai di situ, pergantian pimpinan DPR sebanyak empat kali dalam satu kali masa jabatan.
Menurutnya hal itu membuat penggantian pimpinan dalam kurun waktu singkat ini membuat DPR tidak dapat melakukan konsolidasi kerja.
"Karena hampir setiap pimpinan datang dengan misi dan visi barunya, dan hampir pasti sisi baru itu ingin mengoreksi pemimpin yang sebelumnya," kata Lucius.
Poin terakhir yang disorot Lucius yaitu perebutan kekuasaan di dalam tubuh DPR.
Hal ini terlihat dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
• Sosok Hillary Brigitta Lasut, Anggota DPR RI 2019-2024 Termuda yang akan Dilantik, Masih 23 Tahun
Adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Dalam periode 2014-2019 para anggota Dewan telah melakukan tiga kali revisi pada undang-undang ini.
Revisi pertama disahkan 5 Desember pada tahun 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019.
Dan tiga kali revisi tersebut kemudian mengubah aturan soal jumlah kursi Pimpinan MPR.
Dari lima kursi pimpinan berubah menjadi delapan.
Lucius kemudian juga menyoroti perihal ada UU yang tak terkait dengan rakyat.
Yakni RUU KPK dan RKUHP.
"Misalnya RUU KPK, selain itu ada nafsu besar untuk mengesahkan RKUHP. Itu kan tidak terlihat sedang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil malah mau memberangus rakyat kecil," kata Lucius.
Dari sejumlah catatan itu ia pun menilai belum ada prestasi yang ditorehkan DPR.
Hanya satu penialain positifnya mengenai kinerja dewan di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo.
Selama kepemimpinan Bambang, menurut Lucius, rencana kerja yang terukur setiap masa sidang.
Akan tetapi hal itu tidak sebanding dengan catatan buruk yang ditorehkan.
"Jadi saya kira mereka sukses untuk menjadi pelayan dari elite kekuasaan. Mungkin itu hal baik dari DPR 2014-2019," ujar Lucius.
Besaran Gaji Anggota DPR
Menengok besaran gaji anggota DPR RI, ternyata dalam sebulan mereka dapat mengantongi total Rp 50 juta lebih.
Berikut rincian gaji pokok dan tunjangan anggota DPR RI berdasarkan surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015.
Berikut ini rinciannya:
- Gaji pokok Rp 4,2 juta
- Tunjangan istri Rp 420 ribu
- Tunjangan anak (2 anak) Rp 168 ribu
- Uang sidang/paket Rp 2 juta
- Tunjangan jabatan Rp 9,7 juta
- Tunjangan beras per jiwa Rp 30 ribu
- Tunjangan PPH Pasal 21 Rp 2,6 juta
• Ini Rincian Gaji Anggota DPR RI, Bisa Kantongi Rp 50 Juta Lebih Tiap Bulan, Lihat Jenis Tunjangannya
Adapun gaji dipotong pajak dan iuran wajib DPR sebesar 10 persen.
Sementara itu, komponen penerimaan lain-lain anggota Dewan beragam sesuai dengan ada atau tidaknya jabatan seorang anggota pada alat kelengkapan Dewan.
Untuk anggota biasa tanpa jabatan pimpinan alat kelengkapan Dewan rinciannya sebagai berikut:
- Tunjangan kehormatan Rp 5,580 juta
- Tunjangan komunikasi intensif Rp 15,554 juta
- Tunjangan peningkatan fungsi dan pengawasan anggaran Rp 3,750 juta
- Biaya Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 7,7 juta
- Biaya Asisten Anggota Rp 2,250 juta
- Nominal ini juga belum termasuk biaya perjalanan dan pemeliharaan rumah dinas.
Besaran ini berbeda untuk Ketua dan Wakil Ketua Anggota Dewan.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)