Breaking News:

Demo Tolak RKUHP dan RUU KPK

Di ILC, Ketua BEM UGM: Mahasiswa Tidak Ingin RKUHP Ditunda tapi Ditolak

Ketua BEM UGM Fatur mengungkapkan para mahasiswa tidak menginginkan penundaan pengesahan RKUHP dan RUU tapi ingin dibahas ulang.

Penulis: Desi Intan Sari
Editor: Mohamad Yoenus
Capture Youtube Indonesia Lawyers Club
Ketua BEM UGM Fatur saat hadir di acara ILC, Selasa 24 September 2019. 

TRIBUNWOW.COM - Ketua BEM Universitas Gajah Mada (UGM), Fatur mengungkapkan para mahasiswa tidak menginginkan penundaan pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan.

Hal itu disampaikan Fatur di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (24/9/2019).

Fatur mengatakan, saat mendengar presiden menunda pengesahan RKUHP dan RUU, dirinya mengaggap kata tunda itu adalah bahasa politik.

"Kalau kita lihat sebenarnya, kalau saat (sidang) paripurna itu adanya tolak atau terima gitu enggak ada tunda," ujar Fatur.

"Jadi ketika itu disampaikan tunda, apalagi kalau baca beritanya itu ditunda tiba-tiba ada steatmen," kata Fatur.

Kisruh dalam Demo Mahasiswa Masih Berlangsung, Pos Polisi di Palmerah Dibakar Massa

"Ya kan kita masih punya masa waktu paripurna sampai 30 September, padahal mahasiswa enggak ingin ditunda, mahasiswa itu pengen tolak," sambungnya.

Fatur mengatakan para mahasiswa yang menggelar aksi demo itu ingin RKUHP dan RUU dibuat ulang dengan melibatkan akademisi serta masyarakat.

"Bukan hanya tolak tuntutan kami yang sampai hari ini tadi tidak mau ditemui oleh DPR yang terhormat itu bukan hanya sekadar menunda," jelas dia.

"Tapi setelah ditunda nanti dibahas ulang dan melibatkan akademisi, melibatkan masyarakat," lanjutnya.

Ia pun menjelaskan mengapa mahasiswa turun lagi ke jalan padahal sudah ada penundaan.

"Kami tidak ingin demokrasi atau perjalanan demokrasi kita ini menghasilkan hukum yang represif," ungkapnya.

"Apa itu hukum yang dibentuk dalam, kalo misalnya bahasa Inggrisnya itu splendid solution, jadi seharusnya dalam demokarasi itu kita menghasilkan produk hukum yang responsif," sambungnya.

Fatur menuturkan ada tiga kriteria dalam menghasilkan produk hukum yang responsif.

Tiga kriteria itu adalah partisipatif, aspiratif dan presisi.

Jelang Malam, Demonstran tanpa Jas Almamater Bakar Ban hingga Rusak Pos Polisi di Senayan

"Nah kalau kita lihat di pasal-pasal RKUHP tentang makar tentang penghinaan presiden termasuk juga tentang living low, itu adalah pasal-pasal yang katakanlah karet," ungkap Fatur.

"Sehingga nanti bisa jadi menjadi tafsirannya itu yang berpotensi ditafsirkan oleh pemerintah sehingga mengkriminalisasi orang-orang yang katakanlah tidak suka dengan pemerintah atau berbeda pandangan."

Ia juga menegaskan bahwa mahasiswa bukan lah manusia yang bodoh, mereka adalah gerakan terpelajar.

Fatur sangat menyayangkan saat gerakan mahasiswa justru ditabrak dengan isu-isu yang tidak benar.

"Kita ditunggangi si A, kita ditunggangi si B, loh kita bicara substansinya kok malah dituduh ditunggangi A, B, C, D, tapi substansinya tidak pernah dibahas sama kawan-kawan mahasiswa," ungkap dia.

"Bahkan tadi ada, kalau saya bilang ya memang hati-hati penipuan sih, kenapa kita memang harus terus mengawal," ujar Fatur.

"Karena tadi kawan-kawan masuk hari kemarin 23 (September 2019), pas diterima sama perwakilan dari DPR waktu itu Pak Masinton ya."

"Kemudian disampaikan bahwa tidak pernah ada kesepakatan dengan Sekjen DPR, padahal hari kamis 19 Septermber, kawan-kawan yang aksi ini pernah membuat kesepakatan dengan Sekjen DPR," sambungnya.

Niat Temui Mahasiswa yang Demo di Gedung DPR, Rombongan Bambang Soesatyo Malah Kena Gas Air Mata

Fatur mengungkapkan mengapa harus tetap mengawal lantaran DPR sering berbohong.

Ia menjelaskan para mahasiswa turun bukan karena ditunggangi oknum tertentu tapi karena gelisah dengan tindakan DPR.

Selain itu mahasiwa menggelar aksi protes juga sebagai gerakan moral serta intelektual.

Fatur menegaskan kembali mahasiswa tidak hanya melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan baru pemerintahan.

Namun juga ingin ke depanya peraturan perundang-undangan dalam dunia demokrasi dibahas secara baik sehingga menghasilkan hukum yang responsif bukan represif.

"Kenapa karena hukum yang represif akan menghasilkan suatu jurang di dalam sistem sosial antara kehendak pemerintah dan rakyatnya yang ini sangat berbahaya," kata Fatur.

"Sehingga mosi tidak percaya yang dihasilkan di Gejayan memanggil di bengawan melawan ataupun di daerah-daerah lainnya itu jangan dipandang sebagai hal biasa."

Kesaksian Peserta Demo di Palembang Sebut Ada Penyusup Berbaju Hitam: Dia Lempar Batu, Lalu Bentrok

"Itu adalah hasil dari kegelisahan publik bahwasanya hari ini negara kita tidak baik-baik saja dan tidak dikelola dengan prinsip yang demokratis," pungkasnya.

Lihat video selengkapnya pada menit ke 8:35:

Tags:
Universitas Gadjah Mada (UGM)Indonesia Lawyers Club (ILC)Demo Tolak RKUHP dan RUU KPK
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved