Rusuh di Papua
Peneliti LIPI Sebut Ada 4 Masalah yang Picu Rusuh di Papua, dari Pelanggaran HAM hingga Diskriminasi
Peneliti Tim Kajian Papua LIPI Aisah Putri Budiatri mengungkapkan ada 4 faktor yang menyebabkan kerusuhan di Papua.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani
Aisah lantas mneybutkan akar permasalahan keempat yang menyebabkan terjadinya kerusuhan yakni adanya diskriminasi pada mahasiswa Papua di Surabaya belum lama ini.
"Akar masalah konflik di Papua, salah satunya diskriminasi itu salah satu masalahnya dan itu terbukti dan kita menemukan di kejadian di Jawa timur ini," tutur Aisah.
Tanggapan Tokoh Papua
Dilansir TribunWow.com dari kanal YouTube metrotvnews yang diunggah Jumat (30/8/2019), Samuel Tabuni meminta pemerintah untuk lebih memerhatikan masa depan warga Papua.
Hal itu disampaikan Samuel Tabuni saat menjalani konferensi pers bersama Menkopolhukam Wiranto dan beberapa tokoh Papua lainnya.
Samuel Tabuni menyatakan, masyarakat Papua selalu merasa terganggu dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan mereka.
Samuel Tabuni memberikan contoh keberadaan PT Freeport dan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Samuel menyebut sejak awal kemunculan PT Freeport, warga Papua tak dilibatkan.
"Masalah Papua ini memang sangat besar bagi bangsa ini untuk mengatur, karena sejak awal mulai dari (PT) Freeport itu untuk melibatkan orang asli Papua sulit sekali walaupun waktu itu perjanjiannya dilakukan bersama pemerintah."
"Lalu orang Papua melakukan demo yang luar biasa lalu ada perhatian, selama ini ada program 7 suku," tutur Samuel.
Dirinya kemudian menyinggung tentang UU Otsus Papua.
• Soal Kerusuhan Papua, Freddy Numberi Minta Masyarakat Tak Terprovokasi: Jangan Mudah Diadu Domba
Samuel mengungkapkan, untuk membentuk Otsus warga Papua harus melakukan demonstrasi terlebih dahulu baru aspirasinya didengar oleh pemerintah.
"Undang-Undang Otsus itu mau lahir, orang Papua harus demo, demonya sampai bentuk tim 100 sampai ke Jakarta lalu (baru diadakan) rapat Otsus," ucapnya.
Samuel Tabuni lantas menyebutkan bahwa setelah 20 tahun Otsus dibentuk, masyarakat Papua belum merasakan adanya program yang dapat memberi mereka ruang untuk berkembang.
"Hari ini Otsus itu sudah dua puluh tahun, saya selaku generasi muda dan teman-teman seusia saya, kami terus terganggu dengan program yang tidak memberikan ruang besar bagi generasi muda Papua,"