Kabar Tokoh
Anies Baswedan, Ridwan Kamil, hingga Jokowi Digugat Warga Jakarta ke Pengadilan, Ada Apa?
Warga ajukan gugatan untuk sejumlah tokoh, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Presiden Joko Widodo.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah warga mengajukan gugatan untuk tujuh tokoh pemerintah, mulai dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Diberitakan TribunWow.com dari Kompas.com, gugatan tersebut diajukan ke pengadilan oleh warga yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Greenpeace Indonesia, juga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta.
Mereka melayangkan gugatan tersebut sebagai bentuk protes atas kualitas udara di Jakarta yang semakin memburuk.
• Andre Rosiade Ungkap Jokowi dan Prabowo Bertemu Juli Ini, Singgung Peluang Gerindra di Pemerintahan
Gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) ini resmi dilayangkan oleh warga tersebut kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Dijelaskan, ada tujuh gugatan yang diajukan.
"(Menggugat) Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, serta turut tergugat Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten," ucap Pengacara Publik LBH Jakarta Ayu Ezra Tiara, Kamis.
Ayu menjelaskan, ada 31 orang yang menjadi pihak penggugat.
Mereka merupakan warga yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta dari berbagai profesi dan latar belakang.
Ayu memaparkan, bukti gugatan tersebut berupa data dari pemantau udara AirVisual yang dapat mereka data dari dua stasiun pemantau milik Kedutaan Besar Amerika Serikat, satu stasiun milik BMKG, serta empat alat AirVisual (di Pejaten, Rawamangun, Mangga Dua, dan Pegadungan).
Dijelaskan Ayu, Air Visual mencatat, Jakarta beberapa kali menempati kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan AQI (indeks kualitas udara) kategori 'tidak sehat' pada 19 hingga 27 Juni 2019.
Selain itu dicatat pula udara di Jakarta sudah melebihi baku mutu udara ambien harian (konsentrasi PM 2,5 melebihi 65ug/m3).
Ayu lantas mengungkapkan, seorang penggugat, warga Depok bernama Istu Prayogi mengaku menerima dampak buruk bagi kondisi kesehatannya atas buruknya udara Jakarta ini.
"Jadi Pak Istu merupakan warga Depok, yang menghabiskan 30 tahun bekerja di Jakarta. Lalu dokter memvonis bahwa paru-paru dia terdapat bercak-bercak dan menyatakan bahwa paru-paru dia sensitif terhadap udara tercemar," kata Ayu.
• Masuk Berita New York Times, Jokowi Disebut Penyeimbang di Tengah Politik yang Didominasi Orang Kuat
Karenanya, Istu harus selalu menggunakan masker saat beraktivitas sehingga membuatnya merasa tidak nyaman.
"Ini hanya 1 kasus, saya yakin banyak warga yang mengeluhkan hal sama dan menderita penyakit yang serupa dengan Pak Istu," ujar Ayu.
"Untuk itu saya mengajak kita semua untuk melakukan gugatan ini bersama-sama karena kita semua punya hak yang sama untuk menghirup udara sehat," sambung dia.
Sementara itu, gugatan sudah mendapatkan lebih dari 1 ribu dukungan, melalui petisi dalam situs www.akudanpolusi.org.
Beberapa waktu lalu masyarakat ramai meributkan soal data hasil pemantauan AirVisual, pada Selasa (25/4/2019) pagi.
Saat itu hasil menunjukkan bahwa Jakarta masuk dalam empat kota dengan pencemaran udara terburuk di dunia setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago.
Sebagaimana diketahui dari Kompas.com, kualitas udara di Jakarta memang disebutkan memburuk dibandingkan dengan tahun 2018.
Prediksi ini berdasarkan pengukuran PM 2,5 atau partikel halus di udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer).
• Yenny Wahid Beri Dukungan soal Rencana Jokowi Mengisi Kursi Kabinet, Singgung Jejak Gus Dur
"Berdasarkan air quality index (AQI) pada 2018, rata-rata tahunan konsenstrasi PM 2,5 adalah 42,42 mikrogram per meter kubik. Sementara, pada 1 Januari-4 Juni 2019, rata-rata konsentrasi PM 2,5 sudah 57,66 mikrogram per meter kubik," kata Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal KPBB (KPBB) Ahmad Safrudin kepada wartawan di kantor KPBB, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2019) lalu.
Puput mengatakan, ada peluang tingkat polusi udara pada akhir 2019 nanti menampilkan jumlah yang lebih tinggi ketimbang hasil pengukuran terakhir pada Juni kemarin.
"Problemnya ini kan belum selesai musim kemarau, September atau Oktober pasti akan naik lagi. Kemarau masih ada 3-4 bulan lagi. Kemungkinan ini akan melampaui 2018. Kalaupun tidak, bisa jadi rata-rata konsentrasi tahunannya sekitar 40-an juga (seperti 2018)," jelas Puput.
(TribunWow.com)
WOW TODAY: