Sidang Sengketa Pilpres 2019
Paparkan Prediksi Hasil Sidang MK, Refly Harun Singgung Mahkamah Konstitusi saat Diketuai Mahfud MD
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan prediksinya terhadap hasil sidang sengketa pilpres 2019 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan prediksinya terhadap hasil sidang sengketa pilpres 2019 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini diungkapkan Refly Harun saat menjadi narasumber dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne, Minggu (23/6/2019).
Mulanya Refly menjelaskan, berdasarkan pengalamannya mengikuti sidang MK sebelumnya, pihak pemohon adalah pihak yang paling kesulitan.
Diketahui pemohon dalam sidang MK ini adalah kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Pihak termohon adalah Komisi Pemilahan Umum (KPU).
Sedangkan pihak terkait adalah kubu 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
• Sebut Saksi 02 Ada yang Ketakutan Pasca-sidang, BW: Belum Berani Sebut Ancaman, Tak Mau Buat Drama
"Kalau pertandingannya berapa kosong, ini masih kosong-kosong, kan kita belum tahu ini pemenanganya siapa," ujar Refly.
"Tetapi memang kalau pengalaman kita, kita sudah tahu semua, yang namanya bersidang di MK itu memang yang paling enak itu pihak terkait ya, jauh lebih gampang. Yang sedikit susah itu termohon, yang paling susah itu pemohon. Apalagi dalam konteks pilpres. Kenapa? Karena ada dua hal. Ada soal teknis dan paradigmatik," tambahnya.
"Soal teknisnya itu adalah ini kan coverage area-nya itu kan seluruh Indonesia. Perbedaaan suara yang mau dibuktikan 16.957.123 hampir 17 juta. Kan banyak sekali unit-unit itu yang harus dibuktikan."
"Nah secara paradigmatik, MK itu mau ke mana? Apakah dia tetap ingin menjadi mahkamah yang subtantif progresif, peninggalannya Pak Mahfud MD? Apakah dia mau hitung-hitungan saja, division of labor yang katanya sesuai dengan undang-undang no 7 tahun 2017," kata Refly.
"Padahal dulu pembagian tugas sudah ada dan MK tidak terhalang menjadi mahkamah yang substansif. Karena hukum acara itu kan tetap diatur di (UU) 24 tahun 2003, sudah 16 tahun."
"Nah itu juga kesulitan, jadi misalnya saya dari awal, pertama soal kuantitatif, saya kira sangat tidak mudah membuktikan margin yang 16.957.123 suara itu. Lalu kemudian dari sisi kualitatif yang TSM dan langsung berpengaruh pada perolehan suara, tidak mudah juga (untuk dibuktikan-red)," ungkap Refly.
• Tak Setuju Adanya Rencana Unjuk Rasa Jelang Putusan MK, Moeldoko: Mau Apa Lagi Sih?

• Gerindra Dianggap Lawan Konstestasi Pemilu yang Gentle oleh TKN Jokowi-Maruf Amin karena Hal Ini
Menurut Refly, sebenarnya ada satu pelanggaran signifikan yang bisa dibuktikan namun belum menjadi peredebatan antara kubu 01 dan 02.
"Karena itu satu hal saja yang bisa dibuktikan, yaitu pelanggaran yang signifikan, yang mengganggu azas pemilu yang jurdil. Tapi saya katakan, itu paradigma ini belum menjadi mahkota di MK."
"Nah ada soal pinggiran sedikit, soal keterpenuhan sarat formil dan materil, salah satu isunya adalah tentang Ma'ruf Amin. Tapi kita tahu bahwa baik pemohon maupun temohon tidak menjadikan itu sebagai titik perdebatan yang besar," ungkap Refly.
"Karena itu saya katakan, hasilnya sudah ketahuan, dan saya kira tidak susah, bagi hakim MK. Prediksi saya mungkin tidak akan ada dissenting opinion terhadap pokok perkara, kalau terhadap esepsi mungkin ada, soal misalnya kewenangan MK, soal apakah permohonan perbaikan diterima atau tidak," ujarnya.
Lihat video di menit ke 28:53
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)
WOW TODAY