Breaking News:

Pilpres 2019

Soal Imbauan Rabu Putih Jokowi, Ini Aturan, Reaksi Tokoh, Kontroversi, hingga Tanggapan BPN

Imbauan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 02 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, terkait Rabu Putih kini menuai polemik.

Penulis: Laila N
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
Instagram/@jokowi
Presiden Jokowi meresmikan Pasar Ikan Muara (PIM) Muara Baru pada Rabu (13/3/2019) malam. 

TRIBUNWOW.COM - Imbauan pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor urut 02 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, terkait Rabu Putih kini menuai polemik.

Aturan tersebut menuai kontroversi lantaran dianggap tidak sesuai dengan aturan Undang-undang (UU).

Berikut TribunWow.com rangkum kontroversi seputar Rabu Putih, Kamis (28/3/2019).

Pernyataan Jokowi

Diberitakan Kompas.com, Jokowi mengimbau pendukungnya untuk mengenakan pakaian putih pada hari pencoblosan Pemilu 17 April 2019, saat menyampaikan pidato politik di kampanye terbuka di Bukit Gelanggang, Kota Dumai, Provinsi Riau, Selasa (26/3/2019).

"Jangan lupa, saya ingatkan, tanggal 17 April itu kita pakai baju putih," ujar Jokowi.

Jokowi lantas memaparkan alasan mengapa pendukungnya harus mengenakan pakaian berwarna putih pada saat hari pencoblosan.

"Karena yang mau dicoblos nantinya bajunya putih. Karena kita adalah putih, putih adalah kita," ujar Jokowi.

Hasil Survei Pilpres 2019 Terbaru, Jarak Jokowi-Maruf Vs Prabowo-Sandi Masih Lebar Versi CSIS

Maruf Amin Sepakat

Dikutip dari Tribunnews.com, Cawapres 01 Ma'ruf Amin mengaku sepakat dengan apa yang dikatakan Jokowi.

"Memang Pak Jokowi sudah (menyampaikan Rabu Putih) dan saya sepakat, bahwasanya hari Rabu itu hari baju putih dan memilih yaitu pasangan yang makai putih," ungkap Ma'ruf Amin di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (27/3/2019).

"Jadi putih adalah kita. Karena itu kita akan memilih yang gambarnya putih dengan menggunakan baju putih," sambungnya.

Kontroversi dan Tanggapan Tokoh

Rabu Putih yang diimbau Jokowi rupanya juga menuai kontroversi, lantaran ada gerakan yang sama, namun maksud berbeda.

Gerakan Rabu Putih lainnya, digalakkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Yaqut Cholil Qoumas.

Dikutip dari Tribunnews.com, Yaqut menyebut Rabu Putih dilakukan untuk melawan hoaks.

Hoaks, terang dia, memengaruhi masyarakat untuk tidak berangkat ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak pilih.

Karena itu, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memiih, GP Ansor pun menyerukan gerakan Rabu Putih itu.

"Kita punya 4,7 juta kader Ansor seluruh Indonesia. Sebagian kita akan fungsikan mereka sebagai tenaga pembantu pengamanan TNI, Polri. Kemudian yang lain, yang tidak sedang bertugas, kita minta untuk menggerakkan pemilih," kata Yaqut.

Di sisi lain, sejumlah tokoh memberikan kritik atas gerakan Rabu Putih yang digalakkan oleh Jokowi, dengan tujuan memilih pasangan yang berbaju putih.

Seperti yang disampaikan oleh Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Tamrin Tomagola dan Analis LIPI Syamsuddin Haris.

Menurut mereka, imbauan ini berpotensi memecah belah masyarakat.

"Benarkah @jokowi imbau pendukungnya berbaju-putih saat ke TPS pada Rabu, 17 April 2019 ?

Imbauan ini berpotensi memecah-belah dan meng-hadap-hadap-kan pemilih berbaju-putih dgn pemilih berbaju non-putih.

Sadarkah bhw polarisasi hitam-putih berujung konflik-kekerasan ?," tulis Tamrin Tomagola, Rbau (27/3/2019).

Syamsuddin Haris melalui akun Twitternya mengaku sepakat dengan Tamrin Tomagola.

Ia menyebut imbauan ini tidak bijak.

"Ya benar, ini imbauan yg tdk bijak. Penyeragaman --baju, atribut, apalagi pikiran-- bertentangan dgn semangat merayakan keberagaman.

Di TPS basis 01, pemilih berbaju berwarna berpotensi alami persekusi. Sebaliknya, di TPS basis 02, pemilih berbaju putih potensial dipersekusi," ujarnya.

Postingan Tamrin Tomagola dan Syamsuddin Haris
Postingan Tamrin Tomagola dan Syamsuddin Haris (capture/Twitter)

Reaksi BPN Prabowo-Sandi

Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferdinand Hutahaean mengkritik imbauan Jokowi itu.

Awalnya, Ferdinand memaparkan, Undang-Undang pemilu no 7 tahun 2017 pasal 2 menyatakan bahwa azas pemilu di Indonesia memiliki prinsip 'luber jurdil', yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Menurut Ferdinand, jika seseorang menggunakan identitas tertentu ke TPS, misalnya seperti pakaian berwarna putih, maka sama saja dengan tidak ada lagi unsur kerahasiaan dalam pemilu.

"Kerahasiaan itu bubar semua. Tidak ada lagi unsur kerahasiaannya," kata Ferdinand, di program Special Report iNews, Rabu (27/3/2019).

Selain itu, Ferdinand juga berpendapat, jika Rabu putih benar dilaksanakan, maka akan ada pengelompokan antar pendukung.

"Di TPS itu nanti akan terjadi pengelompokan antar pendukung, karena ini capres kita hanya dua. Orang akan melihat ketika dia berbaju putih, yang bukan berbaju putih akan merasa itu bukan kelompoknya, begitu sebaliknya," papar Ferdinand.

"Maka di situ, bibit konflik akan mudah terpicu, karena di sini akan berhadap-hadapan dua kelompok masa yang sudah saling tahu bukan kelompoknya. Ini yang kita khawatirkan."

"Jadi konflik di sini akan sangat mudah terjadi dan mudah tersulut. Ini yng kita khawatirkan," ungkap dia.

Terlebih, terang Ferdinand, identitas-identitas tertentu selama kampanye dan selama proses pemilu berjalan, tidak boleh digunakan pada saat hari H pencoblosan.

"Itu kan jelas aturannya tidak boleh," tegas Ferdinand.

Ferdinand Hutahaean Sebut Tema Debat Keempat Untungkan Prabowo dan Berefek Negatif bagi Jokowi

Ferdinand lantas mengklaim, gerakan putih sebenarnya sudah menjadi tren pendukung Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto sejak lama.

Ia bahkan menyinggung soal tagar Putihkan Solo dan Putihkan Jakarta.

"Kita bahkan mencurigai bahwa sesungguhnya gerakan putih ini kan sudah sejak lama menjadi trendnya pendukungnya Prabowo," kata Ferdinand.

"Saya mengatakan pendukungnya Prabowo karena trend putih ini identik dengan gerakan islam politik yang tergabung di dalam gerakan 212."

"Maka di setiap acara di manapun ada, selalu menggunakan tagar Putihkan Solo, Putihkan Jakarta," ungkap Ferdinand.

Ferdinand menegaskan, gerakan putih selama ini sudah identik dengan para pendukung Prabowo.

"Nah sekarang ini kita merasa bahwa ini diambil. Untuk apa tujuannya mengambil? Jangan-jangan Pak Jokowi sudah khawatir bahwa nanti karena seruan Al Khathath di sana, pengurus PA 212 yang ingin para 212 itu datang ke TPS dengan baju putih, ini akan di klaim nanti sebagai pendukungnya Jokowi (Capres nomor urut 01)," ungkap Ferdinand.

"Karena Pak Jokowi sudah sadar akan kehilangan banyak pendukung. Ini yang kita khawatirkan," sambung dia.

Namun, kata Ferdinand, satu hal yang membuat pihaknya paling khawatir dari gerakan ini adalah potensi konflik yang akan terjadi di lapangan.

"Ini yang harus kita hindari," tegasnya.

Aturan Undang-undang

Setelah menuai kontroversi, lantas seperti apa aturan sebenarnya soal warna pakaian saat pencoblosan.

Berdasarkan Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tidak ada aturan yang melarang masyarakat menggunakan pakaian berwarna saat pencoblosan di TPS.

Akan tetapi, ada larangan yang mengikat pemantau pemilu.

Hal itu tertuang dalam Pasal 442, berikut isinya.

"Bagian Keenam

Larangan Bagi Pemantau Pemilu

Pasal 442

Pemantu Pemilu dilarang:

a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan
Pemilu;

b. memengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk
memilih;

c. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang
Penyelenggara Pemilu;

d. memihak kepada Peserta Pemilu tertentu;

e. menggunakan seragam, warna, atau atribut Lain yang
memberikan kesan mendukung Peserta Pemilu;

f. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas
apa prrn dari atau kepada Peserta Pemilu;

g. mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan
pemerintahan dalam negeri Indonesia;

h. membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan
berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan;
i. masuk ke dalam TPS; dan/atau

j. melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan
sebagai pemantau Pemilu."

Dari poin e dijelaskan, tidak boleh memakai atribut yang memberi kesan mendukung peserta Pemilu, dalam hal ini pakaian putih yang merujuk pada paslon 01 juga dilarang.

Sanksi

Pada Pasal 443, Pemantau Pemilu yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 441 dan Pasal 442, dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu oleh Bawaslu. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah/Ananda)

TONTON JUGA:

Tags:
Pilpres 2019Joko Widodo (Jokowi)Maruf AminRabu PutihBadan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved