Terkini Daerah
Update Korban Banjir di Sulawesi Selatan: Ribuan Rumah Terendam, 59 Orang Tewas, dan 25 Hilang
Data terkini jumlah korban dan kerusakan di sejumlah wilayah Sulawesi Selatan akibat banjir dan longsor yang terjadi pada Selasa (22/1/2019).
Penulis: Atri Wahyu Mukti
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, memberikan update korban jiwa dan kerusakan akibat banjir yang terjadi di 106 desa wilayah Sulawesi Selatan.
Hal itu ia sampaikan melalui akun Twitter miliknya, @Sutopo_PN, pada Jumat (25/1/2019).
Diketahui, hujan intensitas tinggi disertai angin kencang telah melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan, pada Selasa (22/1/2019).
Begitu juga gelombang pasang telah menyebabkan sungai-sungai meluap dan terjadi longsor.
Dari video rekaman udara yang diunggah, tampak banjir masih merendam wilayah tersebut, termasuk rumah-rumah warga.
• Banjir di Sulawesi Selatan, Sutopo: Listrik Padam hingga Sekitar 2 Ribu Warga Mengungsi
Akibat peristiwa tersebut, BNPB mencatat hingga pada hari Jumat (25/1/2019) pukul 12.00 WIB, sebanyak 59 orang tewas, 25 orang hilang, dan ribuan rumah rusak serta terendam banjir.
"106 desa di 61 kecamatan di 13 kabupaten/kota di Sulsel terdampak banjir dan longsor.
Dampak bencana per 25/1/2019, 12.00 WIB: 59 tewas, 25 orang hilang, 47 luka-luka, 3.481orang mengungsi, 79 rumah rusak, 4.857 rumah terendam, dan 11.876 hektar sawah terendam banjir," tulis Sutopo.
• Sutopo Tunjukkan Perubahan Morfologi Gunung Anak Krakatau yang Sangat Cepat Pasca-Erupsi
Dilansir oleh Kompas.com, Rabu (23/1/2019), Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah menerangkan bahwa penyebab banjir yang melanda enam wilayah di Sumatera Selatan akibat pendangkalan dam sungai Bili-bili dan eksploitasi sumber daya hutan di daerah hulu.
"Ini adalah gejala alam yang luar biasa. Penyebab banjir akibat pendangkalan dam sungai Bili-Bili yang sudah serius untuk ditangani," katanya.
• Viral Video Mesum Pelajar SMA dan SMK di Madiun, Ternyata Dibuat Pelaku saat Masih SMP
Dia menambahkan, upaya konservasi di hulu perlu segera dilakukan karena daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang sudah masuk kategori DAS super kritis.
Konservasi ini dilakukan agar tidak terjadi bencana serupa di kemudian hari.
"DAS Jeneberang itu sudah masuk kategori DAS yang super kritis akibat terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan di hulu seperti perladangan berpindah, dan sebagainya. Sementara lebih cepat perusakan hutan daripada upaya konservasi yang dilakukan," ujarnya.
(TribunWow.com/Atri)