Kabar Tokoh
Ferdinand Paparkan 'Prestasi' Hukum Jokowi: Ba'asyir Batal Bebas hingga Remisi 77 Bulan Tantular
Ferdinand Hutahaean menyebutkan soal 'prestasi' hukum Presiden Joko Widodo ( Jokowi) selama satu minggu belakangan.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebutkan soal 'prestasi' hukum Presiden Joko Widodo ( Jokowi) selama satu minggu belakangan.
Hal tersebut disampaikan Ferdinand melalui akun Twitter @Ferdinand_Haean, , Rabu (23/1/2019).
Ferdinand menyebutkan ada tiga 'prestasi' hukum Jokowi dalam seminggu terakhir.
Prestasi tersebut adalah soal pembatalan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, pembebasan Robert Tantular yang diremisi 77 bulan, dan pembunuh wartawan yang mendapatkan grasi.
• Ferdinand Tanggapi Kabar BPN Nilai Najwa Shihab Kurang Independen Jadi Moderator Debat Pilpres
Menurut Ferdinand, 'prestasi' itu menunjukkan bahwa Jokowi tak berkomitmen untuk menegakkan hukum.
"Prestasi Hukum @jokowi minggu terakhir :
-> Pembatalan janji pembebasan Abu Bakar Basyir
-> Bebasnya Tantular dgn remisi 77 bulan
-> Otak pembunuh wartawan dibali dapat grasi
Sikap sprt ini tentu menunjukkan bahwa Jokowi tdk punya komitmen baik thdp penegakan hukum," tulis Ferdinand.
Polemik Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir
Dilansir oleh TribunewsBogor.com, Senin (21/1/2019), kuasa hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra memaparkan bahwa Abu Bakar Baasyir dinyatakan bebas tanpa syarat melalui kebijakan Presiden Joko Widodo dengan syarat yang ditiadakan.
"Statusnya bebas tanpa syarat," ujar Yusril di kantor The Law Office of Mahendradatta, Jl. Fatmawati Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Yusril mengatakan, dalam memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir, Jokowi menyampingkan Permenkumham 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi.
Menurut Yusril, Jokowi punya hak untuk mengenyampingkan kebijakan Kemenkumham yang dituangkan dalam Permenkumham.
Pernyataan Jokowi secara lisan dapat didasarkan menjadi syarat untuk pembebasan Abu Bakar Baasyir.
"Presiden bisa bertindak menyimpang atau mengesampingkan dari aturan menteri itu dengan berpegang pada alasan-alasan, presiden pemegang otoritas tertinggi dalam administrasi negara," jelas Yusril.
Namun, tak berselang lama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, pada konferensi pers yang ditayangkan Metro TV melalui kanal YouTube Metrotvnews, Senin (21/1/2019), menyebutkan bahwa rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir masih perlu dipertimbangkan, terutama aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hukum.
Namun, Wiranto mengungkapkan, presiden memahami permintaan keluarga terkait alasan permohonan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut, tetapi masih perlu dipertimbangkan dari aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," ucap Wiranto.
Wiranto mengatakan bahwa presiden tidak boleh serba terburu-buru dan tidak berpikir panjang.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir perlu pertimbangan aspek lainnya.
"Jadi presiden tidak boleh grasa-grusu, tidak serta merta membuat keputusan tapi perlu mempertimbangkan dari aspek lainnya," jelas Wiranto.
• Fadli Zon Perdengarkan Rekaman Jokowi Akan Bebaskan Abu Bakar Baasyir, Ali Mochtar Ngabalin: Matiin
Kabar terbaru, diberitakan Kompas.com, Rabu (23/1/2019), Kepala Staf Presiden, Moeldoko, memastikan pemerintah batal membebaskan Abu Bakar Ba'asyir.
"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019), Rabu (23/1/2019).
Abu Bakar Ba'asyir tidak mampu memenuhi syarat sesuai ketentuan bebas bersyarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Terdapat empat syarat untuk pemenuhan bebas bersyarat.
Abu Bakar Ba'asyir telah memenuhi syarat pertama, yaitu menjalani dua per tiga masa pidana.
Diketahui, Abu Bakar Ba'asyir telah menjalani 9 tahun dari 15 tahun masa tahanannya.
Sedangkan untuk tiga syarat lainnya termasuk menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI dan Pancasila secara tertulis, Abu Bakar Ba'asyir enggan menandatanganinya.
Ia berdalih hanya akan setia pada ajaran Islam, tidak lainnya.
Lebih lanjut, Moeldoko mengungkapkan bahwa sebenarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik permohonan Abu Bakar Ba'asyir bebas atas dasar kemanusiaan.
"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Namun, ya, presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," ujar Moeldoko.
Meski kini batal dibebaskan, Moeldoko menjamin fasilitas kesehatan untuk Abu Bakar Ba'asyir tidak akan berubah.
"Akses Ba'asyir ke fasilitas kesehatan enggak berubah. Itu standard. Bahkan akan kita lebihkan, ya, apabila membutuhkan. Itu untuk urusan kesehatan, kemanusiaan, enggak bisa dikurangi," kata Moeldoko.
Grasi Pembunuh Wartawan
Dikutip dari TribunBali, Jokowi memberikan grasi kepada 115 narapidana.
Di antaranya adalah terpidana seumur hidup I Nyoman Susrama.
Diketahui, Susrama adalah otak di balik pembunuhan berencana terhadap wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, Ferbruari 2009 lalu.
Pemberian grasi ini dibenarkan oleh Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Bangli, Made Suwendra.
"Iya benar," jawabnya saat dikonfirmasi Tribun Bali, Senin (21/1/2018).
Grasi yang diberikan Jokowi adalah mengubah hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
"Grasi yang didapat adalah perubahan hukuman. Dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara. Hukuman sementara itu menjadi 20 tahun dari pidana penjara seumur hidup," jelasnya.
Pemberian grasi ini kemudian menuai kontroversi publik.
Sejumlah pihak menyayangkan dan mengecam keputusan sang presiden.
Seperti dari tim hukum yang mengawal kasus hingga Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
• Geram pada Kasus Baasyir, Ngabalin: Tikus Mati di Got, Kucing Dilindas Mobil, Presiden yang Salah
Pembebasan Robert Tantular
Beberapa yang menjadi perhatian publik lainnya adalah pembebasan terpidana korupsi eks bos Bank Century Robert Tantular.
Pembebasan bersyarat Robert Tantular seharusnya dimulai pada 18 Mei 2018.
Akan tetapi Robert Tantular harus menjalani pidana kurungan pengganti denda selama 17 bulan sejak 18 Mei hingga 10 Oktober 2018.
Menanggapi kabar bebas bersyaratnya Robert Tantular, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut itu adalah wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).
"Terkait dengan remisi dan pembebasan bersyarat Robert Tantular itu menjadi domain kewenangan Ditjen PAS dan jajarannya. KPK baru diminta pandangannya atau pertimbangannya jika kasus sebelumnya tersebut yang menangani KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, dikutip dari Tribunnews, Selasa (22/1/2019).
Robert Tantular diketahui mendapat vonis 21 tahun penjara dalam empat kasus.
Pertama, vonis 9 tahun penjara dan denda Rp100 miliar subsider 8 bulan kurungan dalam kasus perbankan.
Kedua, vonis 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 6 bulan kurungan di kasus perbankan yang kedua.
Ketiga dan keempat adalah kasus pencucian uang, di mana Robert Tantular divonis masing-masing 1 tahun penjara dan denda Rp2,5 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Robert Tantular kemudian mendapat remisi total 74 bukan 110 hari atau sekitar 77 bulan (sekitar 6,4 tahun). (TribunWow.com/ Ananda Putri Octaviani/ Lailatun Niqmah)