Terkini Internasioanl
Tak Ada yang Mau Bantu, Remaja Ini Jalan Kaki dan Bawa Jenazah Ibunya di Sepeda Sendirian ke Makam
Remaja 17 tahun bernama Saroj itu menjadi viral setelah berjalan dengan bertelanjang kaki sejauh lima km ke pemakaman terdekat.
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Seorang remaja laki-laki di Negara Bagian Odisha, India, menjadi perhatian karena membawa jenazah ibunya di sepedanya.
Remaja 17 tahun bernama Saroj itu menjadi viral setelah berjalan dengan bertelanjang kaki sejauh lima km ke pemakaman terdekat di Distrik Jharsuguda.
Dilansir Daily Mirror Jumat (18/1/2019), ibu Saroj yang bernama Janaki Sinhania tewas tenggelam ketika berusaha mengambil air.
• Hasil Duel Manny Pacquio Vs Adrien Broner, Pac-Man Berhasil Pertahankan Gelar Juaranya
Saroj kemudian mencoba meminta bantuan kepada kerabat maupun tetangganya di desa Karpabahal untuk melakukan ritual kremasi kepada ibunya. Namun respon yang diterima sungguh mengecewakan.
Jangankan membantu.
Baik kerabat maupun warga desa dilaporkan tak mau menyentuh jenazah Janaki.
• 6 Fakta Jelang Ahok Bebas, Jadi Narasumber di 15 Negara hingga Kabar Pernikahan
My Nation memberitakan tidak ada warga yang bersedia membantu karena Saroj dan ibunya berasal dari kasta rendah.
Ayah Saroj dilaporkan meninggal 10 tahun silam.
• Update Kasus Vanessa Angel: Polisi Sebut VA Terlibat Prostitusi karena Utang hingga Reaksi sang Ayah
Karena tak punya pilihan lain, Saroj segera menaikkan jenazah ibunya ke sepedanya, dan berjalan sejauh lima km untuk melakukan ritual pemakaman sendiri.
Perjalanannya membawa sang ibu ke tempat peristirahatan terakhir menarik perhatian seorang pengguna jalan yang menanyakan apa di belakang sepedanya.
"Ini adalah ibuku," ucap Saroj dengan lirih.
• Cerita saat Jokowi Borong Sabun Cuci Piring Senilai Rp2 Miliar
Pejabat Jharsuguda Bibhuti Bhusan Patnaik mengaku dia tidak mengetahui insiden tersebut.
Patnaik berjanji bakal memberikan respons yang adil setelah penyelidikan atas peristiwa menimpa Saroj selesai dilaksanakan.
Sistem kasta di India telah berlangsung selama 3.000 tahun, dan masih berlangsung di sejumlah desa terpencil meski konstitusi melarang diskriminasi sejak 1950. (*)