Tsunami di Banten dan Lampung
Longsoran Erupsi Anak Gunung Krakatau Seluas Lapangan Bola, Diduga Jadi Penyebab Tsunami
Berdasarkan citra satelit, longsoran Gunung Anak Krakatau 64 hektar ini menjadi penyebab utama tsunami yang terjadi di wilayah Selat Sunda.
Penulis: Ekarista Rahmawati P
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Longsoran erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di Banten dan Lampung diperkirakan mencapai 64 hektar.
Berdasarkan citra satelit, longsoran Gunung Anak Krakatau 64 hektar ini diduga menjadi penyebab utama tsunami yang terjadi di wilayah Selat Sunda.
Namun Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau, Kushendratno juga belum tahu pasti bagaimana longsoran tersebut menimbulkan tsunami.
"Entah bagaimana bisa menimbulkan tsunami. Dari data BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika), luas yang longsor itu 64 hektar."
"Jadi longsor berupa blok turun, seperti kita menjatuhkan benda besar ke dalam kolam langsung riaknya tinggi."
"Nah, itu sampai ke sini kecil kan dari pos Pasauran, itu sampai setengah meter," kata Kushendratno saat dihubungi awak media, Rabu (26/11/2018), seperti dilansir TribunWow.com dari Kompas.com.
• Update Terbaru Korban Tsunami di Banten dan Lampung - 430 Meninggal, 1.495 Luka-luka, 159 Hilang
Menurutnya longsoran tersebut cukup masif, diperkirakan seluas lapangan bola.
"Mereka (BMKG) hitung 64 hektar. Jika divisualisasikan, luas area itu mungkin seluas lapang bola atau hotel yang ambruk sekaligus," jelasnya.
Meski begitu, pihaknya belum mengetahui penyebab longsoran itu terjadi.
Apalagi sampai saat ini, timnya belum bisa mendekati lokasi gunung karena cuaca buruk yang terjadi saat ini.
Namun berdasarkan foto dari citra satelit BMKG, terlihat ada perubahan pengurangan dari fisik Gunung Anak Krakatau setelah letusan.
Disebutkannya pula, sebagian longsoran tersebut merupakan endapan dari erupsi Gunung Anak Krakatau, dari bulan Juni hingga saat ini.
"Sebagian tubuhnya yang baru-baru endapan Krakakatau dari bulan Juni sampai saat ini," katanya.
Karena telah meletus sejak lama, lava gunung Anak Krakatau sudah sampai ke pantai.
• 4 Hari Setelah Tsunami Selat Sunda, Erupsi di Gunung Anak Krakatau Masih Terus Berlangsung
"Kalau bertahap sedikit-sedikit seperti gunung Anak Krakatau sudah meletus dari Bulan Juni, dan aliran lavanya sudah sampai ke pantai karena dicicil, ya enggak menyebabkan apa-apa."
"Saya juga sudah ke sana, ya normal-norma saja. Mungkin ini karena longsor sekaligus seperti longsor di gunung, gerakan tanah Wonosobo, jadinya masif sekaligus," paparnya.
Meski belum bisa mendekati Gunung Anak Krakatau , timnya masih dapat memantau melalui alat seismometer yang terpasang jauh dari pulau gunung Anak Krakatau.

"Gunung Anak Krakatau secara visual masih tertutup kabut, cuaca hujan deras, angin kencang, dentuman sesekali terdengar, gempa yang terekam masih gempa tremor menerus dengan amplitudo dominan 25 mm," katanya.
Sementara itu lewat unggahan twitternya, Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho membagikan visualisasi Gunung Anak Krakatau setelah letusan terjadi.
Dalam gambar tersebut memang tampak adanya perubahan bentuk Gunung Anak Krakatau sebelum dan sesudah letusan.
• Ikut Tangani Korban Tsunami di Selat Sunda, Pelni Kirim Bantuan Sembako hingga Pakaian
"Perbandingan citra satelit Alos sebelum dan setelah dari tubuh Gunung Anak Krakatau tsunami di Selat Sunda 22/12/2018.
Nampak lereng sisi barat daya Gunung Anak Krakatau runtuh yang diduga menyebabkan longsor bawah laut sehingga memicu tsunami," tulis Sutopo dalam cuitannya, Rabu (26/12/2018).
Gunung Anak Krakatau kini berada pada status level II atau waspada.
Karenanya, masyarakat diimbau untuk tidak mendekat dalam radius 2 kilometer. (TribunWow.com)