Liga Indonesia
Anton Sanjoyo: PSSI dari Awal Dikendalikan Orang-orang yang Tidak Kompeten 'Ngurus' Bola
Wartawan olahraga senior Anton Sanjoyo membahas soal PSSI, dari exco yang disebut tidak bersih hingga Edy Rahmayadi yang harus bertindak tegas.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNWOW.COM - Wartawan olahraga senior Anton Sanjoyo mengungkapkan jika PSSI sudah salah urus sejak awal.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikannya pada sesi diskusi bertajuk "Pangeran, Mingguan - BLAK-BLAKKAN SOAL PSSI" yang tayang di saluran Youtube Asumsi, Minggu (2/12/2018) malam.
Menurut Anton, PSSI sudah salah urus sejak beberapa dekade lalu karena dikendalikan oleh sejumlah pihak yang ia sebut tidak kompeten.
"Organisasi PSSI ini memang dari awal sudah salah urus. Dari beberapa dekade lalu dikendalikan oleh orang-orang yang tidak kompeten 'ngurus' bola. Ujung-ujungnya adalah prestasi sepakbola kita yang memang tidak terlalu bisa dibanggakan," paparnya.
• Bahas soal Pengaturan Pertandingan, Rochy Putiray: Mau Taruhan sama Saya kalau Persija Juara?
Lebih lanjut, Anton menuturkan jika pada 3 atau 4 tahun lalu sempat menghentikan liga karena liga Indonesia kala itu dikenal tidak transparan hingga ada isu judi.
Berusaha merombak PSSI, saat itu pemerintah pun mendorong Edy Rahmayadi untuk naik menjadi ketua.
"Pak Edy ini dianggap dengan karakter keras dan kuat, ketika dia jadi ketua umum PSSI yang notabene adalah ketuanya para exco, dia bisa mengendalikan itu," jelasnya.
Namun, ucap Anto, yang menjadi masalah ada Edy Rahmayadi saat ini lebih sering berada di Medan, Sumatera Utara.
"Masalahnya, secara fisik saja dia ada di Medan. Bagaimana mau memikirkan sepak terjang para exco yang terindikasi kemarin juga disebut 'main-main' dengan klub untuk bisa mengatur hasil pertandingan," ujarnya.
Anton berpendapat, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) saat itu menaruh Edy Rahmayadi agar dapat mengendalikan hal-hal tersebut.
"Bahkan pernah loh pertama kali dalam sejarah, istana rapat khusus cuma ngomongin sepak bola, ini mau diapain nih, cuma gitu," ucapnya.
Menurutnya, hal tersebut mengartikan jika pemerintah sebenarnya memiliki perhatian cukup untuk membenahi sepakbola Indonesia.
• Sebut Luis Milla Tak Bisa Diatur, Rochy Putiray: Kalau Timnas Menangan, Federasi Enggak Punya Duit
"Cuma mungkin tangannya yang ada di federasi ini tidak cukup. Karena sebetulnya tangannya cuma tangan pak Edy, dan pak Edy sekarang sudah jadi gubernur (Sumatera Utara)," paparnya.
"Sangat tidak ideal untuk organisasi yang sudah salah urus lama, dikendalikan orang yang konsentrasinya sama sekali nggak disitu. Jadi kita udah jatuh, tertimpa tangga," imbuhnya.
Lebih lanjut, Anton juga membahas soal peran exco di PSSI.
Menurutnya, exco sebenarnya memiliki kendali atas organisasi.
Sementara itu, jelasnya, yang memilih exco adalah para pemilik suara.
"Kalau stakeholder sepakbola diluar exco dan pemilik suara memang seperti tidak punya kemampuan, tapi mereka bisa jadi grup-grup penekan untuk membuat Exco ini lewat pemerintah misalnya, atau lewat presiden," ujarnya.
"Supaya orang-orang di exco ini minimal bersih dulu lah, minimal pak Edy kalau masih mau merangkap jabatan, dalam seminggu dua kali lah kumpulin para exco, ancam, 'kalau kalian macam-macam, tidak bekerja, tidak bisa hadle orang-orang di asprov untuk bekerja, saya pecat'," tambahnya.
• Media Asing Turut Soroti Kabar Lamaran Roberto Carlos Melatih Bali United
Soal pernyataannya yang menyebutkan exco harus bersih, Anton mengungkapkan, pejabat yang ada di exco adalah orang yang sama sejak Azwar Anas yang jadi ketua PSSI.
"Gusti Randa itu orang yang paling agains ketika menpora membekukan PSSI. Tapi apa? Yang terjadi ketika ia mendapatkan angin untuk (menjabat) di posisi exco dia berbalik melawan La Nyalla," tegasnya.
"Orangnya itu-itu juga yang berkecimpung dalam "permainan" PSSI, yang duduk ya itu-itu juga," ujarnya.
Lebih lanjut, Anton mengaku tidak yakin jika exco bisa berubah dan berbuat sesuatu untuk sepakbola Indonesia.
"Kecuali pak Edy dengan segala kekuatannya, personalnya terutama, bisa kendalikan mereka. Tapi kalau pak Edy hanya di Medan, dan tak bersama mereka, tidak ada harapan," pungkasnya.
(*)