Terkini Nasional
Soal Survei Indikasi 41 Masjid Tepapar Radikalisme, Dewan Penasihat PA 212: Penelitiannya Ngawur
Dewan penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 Eggi Sudjana menanggapi penjelasan Agus Muhammad mengenai studi survei 41 masjid terpapar radikalisme.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNWOW.COM - Dewan penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 Eggi Sudjana menanggapi penjelasan Agus Muhammad, selaku Ketua DP Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat mengenai studi survei 41 masjid terpapar radikalisme.
Dilansir TribunWow.com dari Indonesia Lawyers Club TV One Live, Selasa (27/11/2018), Eggi menuturkan tidak sepakat dengan dasar pemahaman radikalisme oleh studi Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tersebut.
Menurut Eggi, studi yang dilakukan P3M itu tidak melewati objektivitas dan proses yang sistematis.
"Yang pertama objektivitas, yang kedua sistematis. yang ketiga toleran. Objektif dimaknai dengan tidak melihat lawannya subjektif. Sistematis kita tahu tahapannya tidak loncat-loncat.
Kemudian kalau sudah objektif dan sistematis diterima dan dimaknai dengan kajian yang benar, kita harus mengakui dan toleran menerima karena itulah kebenaran," ujar Eggi.
• Soal Survei 41 Masjid Terpapar Radikalisme, Jusuf Kalla: Ini Studi yang Sangat Memprihatinkan
Eggi mengatakan dasar yang disampaikan Agus telah salah mengenai pemahaman radikal.
"Dalam perspektif studi ini, saya melihat Agus Muhammad ini penelitiannya ngawur, Jadi kalau mau disebut mustinya ngawurisme. Bukan radikalisme."
"Karena beberapa indikasi yang disebutkan tadi, bahkan indikasi radikalisme tadi (penjelasan Agus Muhammad), adalah satu ajaran atau gagasan yang untuk dilaksanakan mengabaikan dua hal satu konstitusi dan menolak kelompok lain.
"Karena pemahaman radikalisme itu didasari akar, radikal itu akar, dasar kepada ajarannya itu menjadi prinsip untuk ditaati. Jadi tidak ada kata negatif untuk radikal. Tapi kok kita secara intelektual ketakutan disebut radikal. Itu tandanya ngawur."
Tanggapan yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
• Bicara soal Indonesia, Radja Nainggolan: Saya sangat Bangga dengan dari mana Saya Berasal
Dalam video call oleh ILC kepada Jusuf Kalla, JK menuturkan prihatin dengan studi tersebut.
"Kalau membaca secara sederhana, ini studi yang sangat memprihatinkan. Kalau orang menyimpulkan sederhana, dia bisa mengatakan 41 masjid pemerintah radikal. Wah itu bahaya. Masjid pemerintah saja radikal apalagi di tempat lain," ujar Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla mengatakan studi tersebut belum matang dan perlu ditelusuri kembali.
"Jadi cara studinya mungkin kaidah-kaidahnya studinya perlu ditelaah kembali. Tidak seperti itu. Karena, apalagi saya mendengar tadi ada radikal yang ringan, berat, pertama kali saya dengar istilah-istilah itu.
Ya kalau radikal ya radikal, enggak ada ringan bertanya."
"Kemudian saya ingin jelaskan, kita harus hati-hati, jangan-jangan khotibnya mengerti, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar di tulis radikal. Jangan disamakan pula, ini sama dengan survei pemilu. Dengan seribu orang mengatasnamakan sejuta orang.
Kalau seratus masjid bisa mengatasnamakan semua mesjid, ini sangat prihatin."
"Tentu soal radikal, ya dalam konteks apa? mudah-mudahan ini hanya diskusi saja. Pertama kali itu saya dengar kata terpapar (radikalisme)," ujar Jusuf Kalla.

• Gunung Merapi Gugurkan Lava hingga Empat Kali dengan Jarak Luncur 300 Meter
Sebelumnya, Agus Muhammad, selaku Ketua DP Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat menjelaskan proses studi sehingga menghasilkan data 41 dari 100 masjid pemerintah di Jakarta, terpapar radikalisme.
Kriteria objek yakni yang pertama berada di Jakarta, kemudian Masjid bukan mushola, yang ketiga ada kegiatan tambahan di luar sholat berjamaah.
Agus menuturkan dalam menstudikan 100 masjid, relawan sebanyak 100 diturunkan untuk merekam 4 kali khotbah Jum'at berturut turut dalam satu bulan.
Dalam menentukan relawan, Agus mengatakan pihaknya menentukan dengan rekomendasi dari orang-orang terpercaya.
"Tugas relawan, merekam khotbah jumat, yang kedua merekam videonya, untuk memastikan suara di audio dan videonya sama, dan yang ketiga adalah mengambil bahan gambar bacaan yang ada disana," ujar Agus.
• Bicara soal Indonesia, Radja Nainggolan: Saya sangat Bangga dengan dari mana Saya Berasal
"Nah hasil rekaman di analisis oleh 5 orang yang mempelajari"
Kemudian dalam menganalisis, Agus menuturkan ada 5 hal kriteria menentukan masjid teridentifikasi radikal atau tidak.
"Pertama adalah sikap terhadap konstitusi nasional, NKRI, Pancasila, UUD 45, kemudian Bhineka Tunggal Ika."
"Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim, karena kita sebagai negara yangs udah menyepakati, maka semua orang punya hak yang sama untuk menjadi pemimpin."
"Kita ingin tahu sikap mereka terhadap agama yang lain, Yang keempat, kita ingin tahu sikap mereka terhadap kelompok minoritas, suku, adat, ya secara umum jumlah itu sangat minoritas."
• Kusumo, Lovebird Seharga Rp 2 M yang Mati Akhirnya Diawetkan, Pemilik: Lebih dari Sekadar Lovebird
"Yang terkahir sikap mereka terhadap pemimpin perempuan seperti apa. Nah jika sikap mereka negatif, kita menganggap mereka sebagai radikal. Kalau semakin negatif sikapnya kita melihat itu semakin tinggi."
Ada tiga level dalam menganalisis tingkat radikal yang dijelaskan Agus, yakni misalkan dalam pemimpin non muslim.
"Kalau level radikal rendah, sikap mereka tidak ikhlas non muslim menjadi pemimpin. Menurut saya ada potensi menjadi radikal"
"Level sedang, dia sudah setuju untuk tidak boleh sama sekali (non muslim menjadi pemimpin). Untuk yang radikal tinggi, itu sudah memprovokasi," tutur Agus. (TribunWow.com/ RoifahDzatu Azmah)