Sri Mulyani: Defisit Transaksi Berjalan Bukanlah Sebuah Dosa
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia. Dampak pelemahan nilai tukar rupiah, terjadi defisit transaksi berjalan.
Penulis: Laila N
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini.
Dilansir TribunWow.com dari akun Instagram @smindrawati, Kamis (8/11/2018), Sri Mulyani mengatakan pada tahun 2018, sebagai dampak pelemahan nilai tukar rupiah, terjadi defisit transaksi berjalan.
Akan tetapi, menurutnya, defisit tersebut bukanlah sebuah dosa, terlebih untuk negara berkembang seperti Indonesia.
Sri Mulyani menyatakan, saat ini kondisi pembiayaan keuangan semakin mahal.
Oleh karena itu pemerintah akan menjadi lebih hati-hati dalam menentukan prioritas proyek pembangunan.
Meski demikian, Sri Mulyani menyebut saat ini ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 5,1-5,3 persen.
Inflasi juga stabil di kisaran angka 3 persen.
• Crazy Rich Dato Sri Tahir Tukar Dolar ke Rupiah Senilai Rp 2 Triliun, SBY: Salut dan Terima Kasih
"Indonesia telah memiliki GDP yang melebihi 1 triliun dolar, pertumbuhan ekonomi rata-rata 5.1 - 5.3 persen dan inflasi yang stabil selama 4 tahun ini pada seputar 3 persen.
Pemerintah dan bank sentral mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi.
Kebijakan fiskal digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Pemerintah fokus untuk menginvestasikan kepada infrastruktur dan sumber daya manusia.
Sektor swasta juga dilibatkan dalam pembangunan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Sebagai hasilnya, tingkat kemiskinan turun di bawah 10 persen dan Gini Ratio (tingkat kesenjangan kemiskinan) juga menurun.
• Fahri Hamzah Khawatir Cara Pemerintah Tangani Kasus Rizieq Shihab Bisa Merusak Hubungan dengan Saudi
Hal tersebut saya sampaikan ketika menjadi panelis dalam seminar "Managing Financial Shock" yang diselenggarakan oleh Bloomberg di Singapura 7 November 2018.
Turut menjadi panelis adalah Managing Director Bank Sentral Singapura Ravi Menon dan mantan Direktur Bank Sentral AS Janet Yellen.
Bertindak selaku moderator Clive Crook dari Bloomberg.
Pada beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan (impor lebih besar daripada ekspor), namun itu semua dapat dikompensasi oleh banyaknya arus modal ke Indonesia.
Sehingga secara keseluruhan tetap terjadi surplus transaksi.
Namun pada tahun 2018 ini, defisit tersebut tidak bisa terkompensasi dikarenakan larinya arus modal dari Indonesia sebagai dampak normalisasi ekonomi global yang antara lain dengan adanya kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat.
Sehingga sebagai dampaknya terjadi pelemahan pada nilai tukar rupiah.
• Sudjiwo Tedjo Tantang Kubu Jokowi Maafkan Prabowo soal Ucapan Tampang Boyolali
Defisit transaksi berjalan bukanlah sebuah dosa, apalagi untuk negara berkembang seperti Indonesia.
Sepanjang defisit tersebut memang digunakan untuk impor barang-barang yang produktif.
Dengan kondisi pembiayaan keuangan yang semakin mahal dan pengetatan likuiditas ini, pemerintah akan menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan prioritas dalam projek pembangunan.
Ini semua dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dunia yang akan menuju pada kondisi normal yang baru," tulis Sri Mulyani.
(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)