Kabar Tokoh
Singgung Utang Negara, Ferdinand: Karena Kebijakan Rezim Megawati
Ferdinand dalam cuitannya menuliskan kebijakan Megawati tersebut asal mula hutang para obligor konglomerat beralih menjadi beban APBN.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menanggapi pernyataan mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Kwik Kian Gie atas kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kamis (5/7/2018).
Diwartakan dari akun Twitter Ferdinand Hutahaean, @LawanPolitikJW, Selasa (18/9/2018), sebelumnya, dalam pemberitaan Tribunnews.com, Kamis, (5/7/2018), Kwik Kian Gie mengatakan Presiden ke-5 Indonesia, Megawati Soekarnoputri menandatangani penerbitan SKL BLBI yang diputusakan Jaksa merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Mengunggah berita itu, Ferdinand dalam cuitannya menuliskan kebijakan Megawati tersebut asal mula utang para obligor konglomerat beralih menjadi beban APBN.
• Sandiaga Uno Anggap Sektor Ekonomi akan Menjadi Isu Sentral di Pilpres 2019
Karena ia menyebutkan hal itu membuat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung utang.
"Inilah asal mula utang para obligor konglomerat beralih menjadi beban APBN. Setiap tahun APBN harus membayar kewajiban hutang swasta yang menjadi beban APBN krn kebijakan SKL BLBI Rejim Megawati. Ratusan triliun (bkn trilliun fiktif sprt tulisan Asia Sentinel) negara dirugikan," tulis Ferdinand Hutahaean.
Diberitakan sebelumnya di Tribunnews.com, Kwik Kian Gie bersaksi dalam sidang lanjutan kasus penerbitan SKL BLBI, Kamis (5/7/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam pernyataanya, Kwik Kian Gie mengungkapkan soal digelarnya tiga kali sidang kabinet hingga Presiden Megawati memutuskan menerbitkan SKL pada obligor yang kooperatif.
Jaksa KPK juga membacakan keterangan Kwik Kian Gie dalam BAP.
Seluruh keterangan di BAP itu dibenarkan oleh Kwik Kian Gie.
• Fahri Hamzah Bandingkan Pemerintahan SBY yang Bisa Bangun Infrastruktur Tanpa Hutang Melambung
"Rapat di Jl Teuku Umar No 27 Jakarta Pusat, pada saat itu yang hadir adalah Dorojatun selaku Menko Perekonomian, Boediono selaku Menteri Keuangan, Laksamana Sukardi selaku Menteri BUMN dan Jaksa Agung.
Dalam rapat membahas tentang SKL untuk para obligor yang kooperatif. Hasil keputusan diberikan SKL pada obligor yang kooperatif tapi saya menolak karena saya berpendirian bahwa obligor yang berhak mendapat SKL apabila jumlah uang terhutang kepada negara benar masuk dalam kas negara.
Dalam rapat tersebut saya beralasan bahwa rapat di Teuku Umar tidak sah karena tidak ada undangan tertulis tidak dilaksanakan di istana negara sehingga bukan rapat kabinet yang sah dari Megawati selaku presiden RI membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut," ungkap Kwik Kian Gie yang dibacakan Jaksa.
Pada pertemuan kedua, membahas pemberian SKL obligor BLBI dan Kwik Kian Gie menolak setuju dengan penerbitan SKL kemudian Megawati menutup rapat tersebut dengan tidak mengambil keputusan.
Dalam pertemuan ketiga, Kwik Kian Gie mengatakan tetap tidak menyetujui penerbitan SKL namun Megawati tetap menerbitkan SKL kepada para obligor.
• Jokowi Mengaku Diwarisi Hutang Rp 2.700 T, Ruhut Sitompul: Itu Terlihat Jelas, Mari Berpikir Jernih
"Pendapat saya atas keputusan tersebut adalah tetap tidak setuju dengan penerbitan SKL. Rapat tersebut akhirnya Bu Megawati selaku Presiden RI memutuskan untuk tetap menerbitkan SKL kepada para obligor," katanya.
"Memang pembicaraan dari para menteri yang langsung saja mengambil inisiatif untuk berbicara bertubi-tubi akhirnya secara senda gurau saya katakan saya dihadapkan kepada total football langsung dihantam semua menteri sehingga saya tidak berdaya untuk bicara apa saja dan akhirnya Presiden Megawati menutup rapat seingat saya menugaskan Pak Yusril sebagai menteri Kehakiman untuk menyusunnya," kata Kwik Kian Gie lagi.
Diketahui dalam perkara ini, terdakwa Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
• Mahfud MD hingga Faisal Basri Ajak Masyarakat Hadapi Pemilu dengan Tagar 2019 Pilpres Ceria
Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti (mantan Ketua Komite Kenijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang sahan BDNI pada 2004. (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)