Breaking News:

Gejolak Rupiah

Membandingkan Krisis Ekonomi Masa Lalu, Chatib Basri: Ada Risiko Memburuk jika Kebijakan Salah

Ekonom Chatib Basri angkat bicara terkait lemahnya rupiah yang disamakan dengan krisis 1998.

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Fachri Sakti Nugroho
Tribunnews
Chatib Basri 

TRIBUNWOW.COM - Ekonom Chatib Basri angkat bicara terkait lemahnya rupiah yang disamakan dengan krisis 1998.

Hal ini dikatakan Chatib melalui Twitter miliknya, @ChatibBasri, Jumat (7/9/2018).

Ia menjawab pertanyaan yang sering diterimanya terkait kondisi Indonesia kini dan jatuhnya perekonomian Indonesia saat krisis 1998.

Chatib Basri tidak menjawab perbandingan itu secara khusus. Ia justru memperbandingkan kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dan 2013.

Gejolak Rupiah: Ekonomi Indonesia Baik-baik saja meski Mata Uang Melemah

Selain memberikan perbandingan, ekonom ini juga melihat kondisi perekonomian saat ini bisa memburuk jika pemerintah membuat kebijakan yang salah sehingga membuat pasar panik.

Berikut ini tweet dari Chatib Basri yang dirangkum TribunWow.com.

"Pertanyaan yg sering saya terima beberapa hari terakhir: apakah Indonesia akan mengalami krisis 1998? Didalam chapter 2 buku ini, sy mencoba membandingkan mengapa kita survived th 2008 dan 2013, tapi tdk tahun 1998.

Sy tentu sangat bisa salah, namun sy tak melihat bahwa kita akan kembali ke krisis 1998. Yg terjadi saat ini sebenarnya adalah kembalinya dunia kepada situasi normal baru (new normal).

 

Dlm 10 th terakhir dunia berada dlm keadaan abnormal akibat kebijakan Fed dg bung rendahnya. Situasi dunia yg normal adalah situasi sebelum QE 2009, dimana Fed Fund rate sekitar 3.5%.

Menguatnya perekonomian AS dan meningkatnya defisit anggaran di AS mendorong Fed utk melakukan normalisasi. Akibatnya negara yg current account deficitnya dibiayai oleh investasi portfolio (utamanya) terkena.

Yg akan kita hadapi dalam beberapa waktu kedepan, adalah nilai tukar yg volatile, tertekan, tingkat bunga yg naik, inflasi yg naik. Ini berakibat pada perlambatan ekonomi 2019 dan 2020.

Pendaftaran CPNS Dibuka 19 September 2018, Berikut Lokasi Tes hingga Tahapan Seleksinya

 

Apakah krisis 1998 akan terulang? Rasanya tidak. Alasannya: kita menganut flexibile exchange rate skrg, sehingga org sdh mengerti bagaimana mengantisipasi pelemahan rupiah. Selain itu kondisi perbankan dan politik lebih baik dari 1998.

Yang juga cukup penting adalah rasio dari short term external debt relatif kecil dibandingkan tahun 1998. Kondisi deficit anggaran juga relatif kecil, begitu juga dg inflasi.

Namun apakah situasi bisa memburuk? Resiko itu tentu saja ada bila respon kebijakan salah, pemerintah panik dan mengeluarkan kebijakan yg justru membuat pasar panik.

 

Lesson learned 1998, 2008 dan 2013 bisa dilihat dalam chapter 2 buku yg baru saja terbit itu. Disitu dijelaskan mengapa kita mampu menghadapi GFC 2008 dan Taper Tantrum 2013, tapi gagal di tahun 1998. Dan saat ini sy kira kita bisa belajar dari pengalaman2 tsb," tulis Chatib Basri.

Darmin Nasution: Jangan Bandingkan Krisis Ekonomi Indonesia dengan 20 Tahun Lalu

Sementara itu dikutip TribunWow.com dari Banjarmasin Post, nilai tukar (kurs) rupiah kian melemah dalam beberapa hari ini. Bahkan, Selasa (4/9/2018) sempat menyentuh angka Rp 15.000.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Selasa (4/9/2018) malam
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Selasa (4/9/2018) malam (Capture/kursdollar.net)

Melemahnya nilai tukar (kurs) rupiah ini mendapat tanggapan ekonom yang juga mantan Menko Maritim Rizal Ramli.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang melemah itu disinggung Rizal Ramli dalam tayangan 'Sapa Indonesia Malam' di Kompas TV dengan tema 'Rupiah Tembus ke Level 14.800', Selasa (4/9/2018).

Rizal Ramli mengatakan jika dirinya sudah mengingatkan kondisi perekonomian Indonesia yang kian memburuk sejak setahun lalu.

"Ini bukan hal yang baru, satu tahun yang lalu, akhir tahun 2017. Kami sudah mengatakan hati-hati ekonomi Indonesia sudah lampu kuning," ujar Rizal Ramli.

Berkaca pada krisis ekonomi 1997-1998, Rizal Ramli mengatakan jika dirinya sudah meramalkan krisis itu beberapa tahun sebelumnya.

Rizal Ramli: Ekonomi Indonesia Sudah Lampu Kuning, Bisa-bisa Setengah Merah

"Mohon maaf, Rizal Ramli satu-satunya ekonom di Indonesia yang meramalkan krisis 1997-1998, itu Oktober 1996, satu setengah tahun sebelumnya," ungkap dia.

"Tidak ada yang percaya, dibantah-bantah waktu itu, kejadian semua (krisis)," imbuh dia.

Rizal meramalkan krisis itu berdasarkan angka-angka yang sudah dikantongi sebelumnya.

"Karena sederhana, Rizal Ramli selalu melihat angkanya dulu baru nyimpulin, bukan ambil kesimpulan terus dicari angka yang cocok, itu beda," tutur dia.

Terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kian merosot, Rizal mengatakan sudah mengetahui sejak awal dari indikator.

"Jadi kita lihat numbernya, setahun yang lalu kita lihat numbernya kok indikator-indikatornya mulai bergerak ke arah negatif," jelas dia.

"Tapi yang diomongin ke presiden di kabinet kan selalu hanya APBN. Ekonomi bukan hanya APBN. Ekonomi itu transaksi perdagangan, current account, balance of payment, primary balance,"

Rizal mengatakan jika indikator ekonomi yang mengarah ke arah negatif itu sudah disampaikan kepada beberapa menteri di kabinet.

Sandiaga Uno Tukar Dolar Miliknya ke Rupiah untuk Perkuat Ekonomi, Guntur Romli: Itu Omong Kosong

"Kita lihat indikatornya makin lama makin negatif terus dan kami ungkapkan di media, kami sampaikan juga kepada beberapa menteri. Eh malah sibuk bantah-bantah, persis kayak tahun 1998.

Semua menteri ekonomi bilang fundamental kita kuat, fundamental tidak kuat karena semua indikator tadi negatif," sambung Rizal.

Menurutnya, jika fundamental ekonomi itu kuat maka hal itu bisa terlihat dari indikator yang mengarah ke positif.

"Oleh karena itu kami katakan ini lampu kuning, hati-hati bisa-bisa ini sudah setengah merah," tandas Rizal Ramli. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Chatib BasriRupiah melemahEkonomi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved