Seminar Nasional Pengelolaan BUMN Tambang dan Migas: Pasal 33 UUD 1945 Dinilai Sulit Terwujud
Seminar Nasional di UAJY bertajuk 'Pengelolaan BUMN Tambang dan Migas - Tinjauan Hukum, Manajemen dan Ekonomi' digelar Selasa (4/9/2018).
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Seminar nasional di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) bertajuk 'Pengelolaan BUMN Tambang dan Migas - Tinjauan Hukum, Manajemen dan Ekonomi' digelar Selasa (4/9/2018).
Dalam seminar itu, hadir sebagai narasumber yakni DR C Kastowo SH. M.hum (UAJY), DR. Y. Sri Susilo SE. MSi (UAJY), DR. R Agus Trihatmoko SE. MM. MBA (Universitas Surakarta), dan Alumnus Lemhannas RI PPSA XXI, AM Putut Prabantoro yang adalah penggagas konsep IRI (Indonesia Raya Incorporated).
Seminar dipandu oleh wartawan senior Ronny Sugiantoro SE. MM.
Kastowo menjelaskan, dengan dikeluarkannya PP No. 6 Tahun 2018 dan PP No. 47 Tahun 2017 mendegradasi posisi UUD NRI 1945. PP No. 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Idonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina dan PP No. 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
“Kedua Peraturan Pemerintah itu mendegradasi UU NRI 1945 karena penguasaan atas BUMN hilang," ujar Kastowo.
"Penambahan modal pada kedua perusahaan itu menyebabkan negara tidak memiliki lagi PT PGN dengan PP No. 6 Tahun 2018 dan PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk dan PT Bukit Asam Tbk dengan PP No. 47 Tahun 2017 sekalipun dikatakan ada saham Dwi Warna."
"Negara tidak lagi menguasai perusahaan-perusahaan tersebut dan yang menguasai adalah Pertamina dan PT Inalum. Yang tadinya berstatus BUMN kemudian berubah menjadi NonBUMN. Degradasi itu secara singkat dapat dikatakan yang tadinya dikuasai negara, sekarang dikuasai oleh NonNegara."
• Putut Prabantoro: Pemerintah Harus Mendefinisikan secara Jelas Pengertian Hajat Orang Banyak
Sementara itu, Sri Susilo menjelaskan, walaupun ada BUMN di daerah sekitarnya, masyarakat sekitar tambang tetap hidup dalam kemiskinan.
Dikarenakan masyarakat di sekitar tambang tidak mencapai kemakmuran meskipun ada Corporate Social Responsibility (CSR).
"Kemakmuran hanya bisa dicapai jika tambang atau migas dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. CSR merupakan kewajiban setiap perusahaan tanpa terkecuali di tambang ataupun tidak," kata Susilo.
"Selain itu, CSR tidak hanya untuk masyarakat di sekitar tambang saja dan sifatnya tidak permanen. Sementara yang dimaksud dalam Pasal 33 UUD NRI 1945, kemakmuran sifatnya permanen, jangka panjang."
"Belum makmur ya harus dimakmurkan karena itu amanat UUD, bukan amanat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden atau peraturan yang lain.”
Senada dengan kedua pembicara lainnya, Agus Trihatmoko melihat kemakmuran masyarakat belum juga terlihat walaupun telah mencapai 73 tahun Indonesia merdeka.
Hal ini dikarenakan Indonesia belum melaksanakan amanat pasal 33 UUD NRI 1945 yang mencangkup ekonomi harus dibangun atas usaha bersama dan asas kekeluargaan.
Oleh karena itu, wajar jika cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.
• Alumni Lemhanas PPSA XXI Dukung Gerakan Bumi sebagai Rumah Bersama
“Tanpa itu semua, kemakmuran tidak mungkin akan tercapai. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya agar kemakmuran bisa cepat terwujud. Saya melihat IRI sebagai pembangunan ekonomi nasional terintegrasi menjadi solusi terbaik yang selama ini untuk dapat diterapkan,” ujar Agus Trihatmoko.
Agus menambahkan, pembangunan ekonomi nasional terintegrasi itu dicapai melalui dua pola yang kesemuanya melalui “perkawinan".
Dimaksudkan jika itu menyangkut sumber ekonomi dimiliki yang oleh negara, maka harus ada koordinasi antara pemerintah pusat dan pemda yang diikutsertakan dalam pembangunan itu.
Namun, jika menyangkut tata kelola antara BUMN, BUMD, dan BUMDes, maka ekonomi itu melibatkan penyertaan modal BUMD dan BUMDes di seluruh Indonesia.
Ekonom Universitas Surakarta itu menjelaskan juga, tata-kelola SDA Tambang dan Migas telah berdampak pada Kesenjangan Kepemilikan Asset Negara antara BUMN, BUMD, Swasta dan Asing.
Hal tersebut sebagai akibat dari liberaliasi ekonomi yang telah mengarahkan BUMN Indonesia menjadi Kapitalis bagi negaranya.
Kepemilikan saham BUMN yang go-public pun saat ini juga didominasi oleh kelompok kapitaslis swasta dan asing.

Para Pembicara Seminar di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (berdiri dari ki -ka) : DR C Kastowo SH. M.hum (UAJY), DR. R Agus Trihatmoko SE. MM. MBA (Universitas Surakarta), Ronny Sugiantoro SE. MM. (wartawan senior), AM Putut Prabantoro (Alumnus Lemhannas RI PPSA XXI), DR. Y. Sri Susilo SE. MSi (UAJY), dan Panitia dari UAJY. (IST)
• PPSA XXI Lemhannas RI Lakukan Sosialisasikan Seminar Nasional Pancasila ke Media
Kesimpulan dari seminar UAJY ini adalah, Pasal 33 UUD NRI 1945 tentang perekonomian nasional sulit terwujud mengingat peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersifat parsial dan tidak terintegrasi.
Alasannya adalah peraturan-peraturan yang dibuat semakin menjauhkan substansi perekonomian nasional seperti yang dimaksud dalam pasal 33 tersebut.
Karena secara struktural, peraturan-peraturan tersebut justru mendegradasi UUD NRI 1945.
Selain itu, bagi masyarakat di sekitar tambang, CSR bukanlah alat untuk mencapai kemakmuran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945.
Hal ini mengingat bahwa CSR merupakan kewajiban yang dilakukan oleh semua perusahaan tanpa terkecuali termasuk BUMN ataupun nonBUMN.
Kemakmuran yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat 3 sifatnya adalah permanen, sedangkan CSR itu sifatya sementara selama industri ada di daerah tersebut.
Sistem pemerataan kemakmuran seperti yang digagas dalam Indonesia Raya Incorporated (IRI) dianggap mampu untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945.
Indonesia Raya Incorporated (IRI) adalah sistem pemerataan kemakmuran yang dicapai melalui pembangunan ekonomi nasional terintegrasi. (*)