Soal Melemahnya Nilai Tukar Rupiah, Ketua DPP Partai Demokrat: Bukan Alasan yang Ingin Kita Dengar
Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto memberikan tanggapan soal melemahnya nilai tukar rupiah yang sudah melebihi angka Rp 14.700.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Ketua DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto, memberikan tanggapan soal melemahnya nilai tukar rupiah yang sudah melebihi angka Rp 14.700.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter pribadinya, @DidikMukrianto, Jum'at (31/8/2018) malam.
Ia mengunggah hasil screenshot berita yang berisi alasan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Menteri Koordinator (Menko) Bidan Perekonomian, Darmin Nasution, atas melemahnya nilai tukar rupiah.
Screenshot pertama memberitakan pernyataan Sri Mulyani yang menyebut nilai rupiah tembus Rp 14.600 merupakan imbas dari krisis Turki.
• Upaya Penghematan Kas Negara Rp 28,7 Triliun, Pemerintah Luncurkan B20 Pengganti Solar Murni
Sedangkan screenshot kedua menunjukkan pernyataan Darmin yang menyebutkan nilai tukar rupiah capai Rp 14.700 karena dampak krisis Argentina.
Karena dua berita tersebut, melalui kicauannya Didik menekankan, apapun alasan melemahnya rupiah pemerintahan harus mampu mengambil langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi.
"Apapun yang dikatakan Pak #Darmin dan Bu #SriMulyani lupakan.
Ayo sama-sama berjuang untuk menjaga ekonomi dan rupiah kita agar tidak semakin terpuruk.
Kata eyang saya #SingWarasNgalah.
Bukan alasan yang ingin kita dengar tapi langkah konkrit pemerintah! @KemenkeuRI @DPR_RI," tulis Didik Mukrianto.
• Rupiah Tembus Rp 14.800, Dekati Tingkat Krisis Asia Tahun 1998

Diberitakan Kompas.com, Darmin Nasution menyatakan kembali melemahnya rupiah terhadap dollar AS ke level Rp 14.710 disebabkan oleh permasalahan yang terjadi di Argentina.
"Ya (pelemahan rupiah ke Rp 14.710) karena ada permasalahan di Argentina. Semua kurs mata uang di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Thailand, itu biasanya hampir enggak tertekan, tapi kemarin juga ikut melemah," kata Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
• 5 Personil Super Junior Tertangkap Kamera Tengah Jalan-jalan di Mal Jelang Asian Games, Elf Heboh
Menurut Darmin, apa yang terjadi di Argentina cukup memberikan kejutan bagi ekonomi dunia.
Pasalnya, belum lama ini negara Amerika Latin itu mendapatkan bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 50 miliar dollar AS .
"Orang anggap kan dia mestinya akan survive, akan selamat dengan itu. Tetapi, ternyata gerakan capital outflow-nya (arus modal keluar) masih sekarat dan makanya dia naikkan tingkat bunga enggak tanggung-tanggung sampai 60 persen," jelasnya.
Sementara itu, saat nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp 14.600 per dolat AS, Sri Mulyani menyebutkan pelemahan tersebut merupakan imbas dari krisis ekonomi yang sedang terjadi di Turki.
"Setiap hari ini selalu ada berbagai faktor yang bisa saling mempengaruhi. Jadi pada minggu terakhir ini faktor yang berasal dari Turki menjadi muncul secara global," ungkap Sri Mulyani di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/7/2018).
Sri Mulyani menekankan imbas dari krisis di ekonomi di Turki memang akan menjalar secara global dan tidak hanya berdampak pada sektor ekonom, tetapi juga kepada sektor-sektor lainnya seperti politik dan keamanan.
"Karena tidak dari sisi magnitude-nya yang terjadi dinamika di Turki, tapi juga karena natur atau karakter persoalannya yang sebetulnya ada persoalan serius, mulai masalah currency-nya juga pengaruh terhadap ekonomi domestik, dan terutama juga dimensi politik dan security di sana," tutur Sri Mulyani seperti dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.
• Creative Director Asian Games Wishnutama Bagikan Video Anaknya Kerja Sambilan di Restoran Jepang
Sebagai informasi, berdasarkan data pasar spot Bloomberg, rupiah diperdagangkan pada level Rp 14.710 per dollar AS, Sabtu (1/9/2018).
Angka tersebut lebih rendah 0,2 persen dibandingkan penutupan perdagangan pada Kamis (30/8/2018) yang berada pada Rp 14.680 per dollar AS. (TribunWow.com/ Ananda Putri Octaviani)