Rocky Gerung Tolak Presidential Threshold, Politikus PDIP: Bung Perbanyak Piknik Dulu
Penggugat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, Rocky Gerung mendapatkan sindiran dari politikus PDIP Adian Napitulu.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Penggugat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, Rocky Gerung mendapatkan sindiran dari politikus PDIP Adian Napitulu.
Pantauan TribunWow.com dari tayangan Mata Najwa yang diunggah Youtube, Rabu (4/7/2018), Adian menyindir Rocky Gerung untuk memperbanyak piknik.
"Bahwa mungkin Bung (Rocky Gerung) tidak tahu, menurut saya Bung perbanyak piknik dulu," ucap Adian.
Mulanya, sindiran tersebut dikatakan Adian saat ia terlibat pedebatan dengan Rocky Gerung yang menolak presidential threshold.
Adanya presidential threshold dinilai membatasi para tokoh maju menjadi capres.
• Kesaksian Korban Kandasnya KM Lestari Maju, Selamat karena tak Panik dan Tetap Tenang
"Seolah-olah, persyaratan presiden itu adalah hak dari partai politik yang memenangkan pemilu di 2014. Itu syarat yang kadaluwarsa," kata Rocky.
Menurutnya, presidential threshold itu tidak relevan diterapkan pada Pilpres 2019.
Hal itu lantaran aturan tersebut diberlakukan pada Pemilu 2014 dan 2009 ketika pileg dan pilpres tidak berlangsung bersamaan seperti pada Pemilu 2019.
Lalu, pembawa acara Najwa Shihab mengibaratkan persyaratan tersebut seperti tiket lama yang sudah disobek namun tetap diajukan untuk maju di pilpres 2019.
"Logikanya tiketnya sudah disobek tahun 2014, sekarang mau pertandingan baru (pilpres) masak mau pakai tiket yang sudah di sobek?," ujar Najwa memberikan perumpamaan.
• Jubir PSI Tantang Prabowo Keluarkan Data atau Minta Maaf secara Jantan
Adian membalas perumpamaan tersebut dengan mengatakan bahwa tiket yang digunakan itu adalah tiket terusan.
Lantaran pilpres 2019 merupakan masa transisi dimana pileg dan pilpres di tahun 2019 dilaksanakan secara bersamaan.
Sedangkan Rocky Gerung menganggap hal tersebut memang yang dijadikan alasan mengapa dirinya menggugat presidential threshold dengan menggunakan kursi legislatif yang lama untuk pilihan presiden yang baru.
Aidan juga menyebut aturan ambang batas presiden ini sudah diberlakukan sebelumnya.
Ia justru mempertanyakan mengapa aturan ini baru dipermasalahkan sekarang.
"Kalau presidential threshold nya dianggap membatasi pencalonan, itu sejak dari dulu sudah ada. Kalau sekarang kita sedang ada di masa transisi, dari pileg duluan lalu pilpres dan sekarang bersamaan," jawab Adian.
Sementara itu, dilansir TribunWow.com dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi), menghormati langkah sekelompok masyarakat melakukan uji materi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi.
"Ya kita harus menghormati hukum, dari masyarakat untuk mengajukan uji materi kepada MK," kata Jokowi kepada wartawan di Tangerang, Banten, Kamis (21/6/2018).
Ketentuan mengenai presidential threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Setiap parpol atau gabungan parpol yang hendak mengusung calon presiden dan wakil presiden harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
• Rilis Data C1 Milik Pasangan Sudrajat-Ahmad Syaiku, PKS: Harap Segala Debat dan Hoaks Dihentikan
Jika uji materi dikabulkan MK, ketentuan presidential threshold ini bisa dihapuskan dan setiap parpol peserta pemilu bisa mengusung calonnya masing-masing.
Artinya, akan lebih banyak calon presiden yang bersaing dengan Jokowi di Pilpres 2019.
Kendati demikian, Jokowi tak mempermasalahkan hal tersebut.
"Saya kira dipersilahkan (untuk melakukan uji materi)," kata Jokowi.
Uji materi presidential threshold sudah didaftarkan ke MK pada Rabu (13/6/2018).
• Fadli Zon Desak Pemerintah Benahi Insfrastruktur Laut: Memalukan kalau Transportasi Air Tidak Aman
Denny Indrayana, kuasa hukum pemohon, mengatakan, syarat ambang batas pencalonan presiden tersebut telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.
Syarat yang diadopsi dari pasal 222 Undang-Undang Pemilu tersebut, telah menyebabkan rakyat tidak bebas memilih karena pilihannya menjadi sangat terbatas.
"Maka, syarat demikian harus lagi-lagi diuji ke hadapan MK, karena nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945," ujar Denny dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/6/2018).
Menurut Denny, meskipun pasal tersebut telah diuji sebelumnya dan ditolak Mahkamah Konstitusi pada (11/1/2018) lalu, tetapi berdasarkan Peraturan MK, pasal 222 UU Pemilu itu dapat digugat kembali. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)