Mardani: Ekonomi Tidak Ditangani dengan Benar, Manajemen Energi dan BBM Membuat Jebol Anggaran
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera turut menanggapi soal harga BBM Pertamax yang naik.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera turut menanggapi soal harga BBM Pertamax yang naik.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @MardaniAliSera yang diunggah pada Senin (5/6/2018).
Mardani Ali Sera mengatakan jika BBM naik, rupiah terpuruk, hingga tenaga kerja asing (TKA) yang banyak membuat pihaknya serius mengganti presiden dalam Pilpres 2019 mendatang.
• Rustam Ibrahim Sebut Kenaikan Pertamax Tak Harus Diumumkan ke Publik, Begini Tanggapan Ferdinand
@MardaniAliSera: Harga BBM terus naik, rupiah semakin melemah, tenaga kerja asing semakin banyak.
Kami serius mengganti Presiden di pilpres 2019. #2019GantiPresiden
Dalam postingannya itu, Mardani Ali Sera juga turut mengunggah video ketika dirinya berbicara dalam sebuah acara TV.
• PLTB Sidrap akan Diresmikan, Direktur LP3ES: Kinerja Jokowi Apalagi yang Mau Didustakan?
Sebelumnya, Mardani Ali Sera juga menyebut jika naiknya dollar menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia melemah.
Ia menyebut jika saat ini ekonomi Indonesia tidak ditangani dengan baik.
@MardaniAliSera: Ekonomi Indonesia tidak ditangani dg benar. Manajemen energi dan BBM membuat jebol anggaran.
Naiknya dolar menunjukkan fundamental ekonomi kita lemah. Mesti ada nakhoda yg faham dan nguasai ekonomi.
Saatnya #2019GantiPresiden.
• PKPU Nomor 20 Tahun 2018: Mantan Koruptor Resmi Tak Boleh Nyaleg 2019
Diketahui, berdasarkan informasi dari laman Pertamina pada Minggu (1/7/2018), pihak Pertamina melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi, khusunya harga Pertamax Series, dan Dex Series.
Harga tersebut berlaku di SPBU seluruh Indonesia.
Sedangkan Premium, Solar, dan Pertalite tidak mengalami kenaikan.
Untuk daerah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo harga Pertamax diturunkan.
Hal ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan BBM berkualitas dan disesuaikan dengan daya beli masyarakat.
Sebagai contoh di Maluku dan Papua, harga Pertamax diturunkan menjadi Rp 9.700/liter.
Sedangkan di Jakarta mengalami kenaikan.
Harga Pertamax di Jakarta per 1 Juli 2018 menjadi Rp 9.500, naik Rp 600 dari Rp 8.900.Sementara harga Pertamax Turbo naik menjadi Rp 10.700 pada 1 Juli 2018, dari sebelumnya Rp 10.100.
Lalu harga Dexlite naik menjadi Rp 9.000 per liter, naik Rp 900 dari sebelumnya yang berada di angka Rp 8.100 per liter.
Kemudian, Pertamina Dex naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 10.500 (naik Rp 500).
Untuk Pertamax Racing, harga tidak mengalami kenaikan dan tetap di angka Rp 42.000.
Sedangkan untuk rupiah, disebutkan jika pada Jumat (29/6/2018) pukul 08.59, rupiah tembus di angka Rp 14.415 per dollar AS.
Angka yang berasal dari Bloomberg itu menunjukkan jika rupiah melorot 0,14 persen dari level penutupan sehari sebelumnya yang berada di angka Rp 14.394.
Melemahnya rupiah membuat persepsi investor terkait investasi di Indonesia kembali meningkat.
Hal tersebut tampak dari naiknya credit default swap (CDS) Indonesia, terutama CDS tenor lima tahun.
Meski rupiah terus terpuruk, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan jika investor tak akan panik.
"Enggak ada itu mereka panik. Baik-baik saja sebab mereka lihat fundamental Indonesia masih bagus dan mereka juga lihat pemerintah biasa-biasa saja, jadi enggak ada masalah," ucap Luhut di kantornya, Kamis (28/6/2018), dikutip Kompas.com.
Luhut menilai jika anjloknya rupiah adalah wajar, melihat dari dampak tekanan global.
Di sisi lain, Deputi I bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Purbaya Yudi Sadhewa menambahkan bahwa tekanan terhadap rupiah merupakan dampak perang dagang antara AS dan China yang turut membuat ekonomi global tertekan.
Adapun kondisi tersebut kemudian memunculkan kekhawatiran akan berulangnya krisis pada 1998.
Akan tetapi, Purbaya memastikan hal tersebut tak akan terjadi mengingat perekonomian domestik masih baik.
Selain itu, Indonesia juga telah belajar banyak pasca-krisis global 2008 yang mampu bertahan kala itu.
"Saya pikir pengetahuan kita sudah cukup untuk mengatasi global ekonomi fluktuasi yang sekarang dan perlu dicatat juga, ekspor kita ke PDB cuma 20 persen. Hampir 80 persen ekonomi kita domestik. Jadi fokus kita adalah menjaga ekonomi domestik supaya tetap tumbuh," katanya.
Adapun dengan fokus menjaga ekonomi domestik, Purbaya yakin ekonomi global Indonesia akan tetap tumbuh baik di tengah gejolak yang ada.
"Jadi kita enggak usah panik sebab ilmu kita sudah cukup, pengalaman sudah cukup. Jadi kalau diterapkan, ekonominya juga tetap baik," imbuhnya. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)