Tampak Pijar Merah, Letusan Gunung Merapi Tak Lagi Letusan Freatik, Tapi Magmatis
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta memastikan letusan Gunung Merapi sudah tidak lagi berupa letusan freatik.
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG) Yogyakarta memastikan letusan Gunung Merapi sudah tidak lagi berupa letusan freatik.
Menurut pengamatan lembaga ini, pijar merah yang terlihat saat terjadi letusan pada Kamis (24/05/2018) pukul 02.56 WIB merupakan tanda awal menuju proses magmatis.
"Pijar merah adalah menunjukkan adanya material yang keluar dari dalam karena dorongan gas. Kami bisa menyebutkan (pijar merah) sebuah awal menuju magmatis," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida di Yogyakarta, Kamis.
• Jenazah Dita & Anaknya Dimakamkan Bersama Teroris Lainnya, Warga Menyebut sebagai Makam Teroris
Menurut Hanik, masyarakat tidak perlu khawatir mengenai hadirnya tanda menuju proses magmatis ini sebab belum tentu erupsinya akan sebesar pada 2010 lalu.
"Jangan dibayangkan kalau kami mengatakan magmatis terus seperti (erupsi) 2010. Kelud tahun 2007 yang hanya menimbulkan kubah lava itu juga magmatis, Merapi 2006 itu juga magmatis. Jadi bukan berarti kalau magmatis terus meletus besar, itu tidak," tegasnya.
Hanik meminta agar masyarakat tidak panik dan tetap tenang.
Sampai dengan saat ini status Gunung Merapi masih Waspada (Level II).
Hanik sebelumnya menjelaskan alasan menaikkan status Gunung Merapi dari Normal menjadi Waspada.
Menurutnya, peningkatan status tersebut akibat adanya letusan freatik yang terjadi secara berulang-ulang dan berkesinambungan dengan periode waktu tertentu.
Hal tersebut terlihat dari data yang tercatat sejak meletusnya freatik yang pertama yakni Jumat (11/5/2018) dan yang terbaru yaitu pada Minggu (20/5/2018) hingga Senin (21/5/2018) yang terpantau pagi dan sore hari.
"Karena terjadi letusan freatik yang berulang-ulang disertai dengan tremor yang mana tremor ini mengindikasikan adanya muatan yang mengalami pergerakan ke atas, maka status kita naikkan menjadi waspada," jelas Hanik, Selasa (22/5/2018).
• 5 Zodiak Paling Keras Kepala dan Tak Suka Diatur, Kamu Termasuk?
Menurut Hanik, rata-rata periode waktu terjadinya letusan berkisar antara tujuh hingga delapan jam dengan hasil seburan kolom bervariatif.
Oleh karena itu, pada Senin dinihari pukul 23.00 WIB pihaknya menaikkan status Gunung Merapi menjadi Waspada.
Hanik mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak panik dengan peningkatan status tersebut.
Selain itu, warga yang melakukan aktivitas pada radius Kawasan Rawan Bencana (KRB) III untuk tetap dan selalu waspada terhadap segala indikasi dan gejala erupsi gunung Merapi.
"Kami meminta masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas apa pun pada radius 3 kilometer dari puncak Merapi," kata Hanik.
Adapun pada Kamis ini, Gunung Merapi meletus dua kali.
Pertama terjadi pada pukul 02.56 WIB dan 10.48 WIB.
Letusan pertama merupakan freatik berdurasi 4 menit dengan ketinggian kolom 6.000 meter.
Akibat letusan ini sejumlah wilayah terdampak sebaran abu disertai pasir vulkanik Merapi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang mencatat, ada puluhan titik di Kabupaten Magelang yang terdampak sebaran abu dan pasir Merapi.
Antara lain Tegalrandu, Sumber, Dukun, Ngadipiro, Banyubiru, Muntilan, Kota Mungkid, Menayu, Kalibening, Salaman, Tempuran, Sedayu, Sawangan, Mungkid, dan Borobudur.
"Ada laporan juga di Ngargosoko (Kecamatan Srumbung), Wates, Gadingan, Sukorame, Banyubiru Kalibening (Kecamatan Dukun), hujan abu dan pasir," kata Edi Susanto Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang, Kamis pagi.
Bahkan, laporan masyarakat melalui akun resmi media sosial BPBD Kabupaten Magelang, hujan abu sampai ke Kabupaten Kebumen dan sebagian Purworejo yang jaraknya mencapai sekitar 40 kilometer dari Gunung Merapi.
Meski relatif tipis, pihaknya tetap mengimbau masyarakat di wilayah tersebut untuk tetap mengenakan pelindung (masker), helm, pakaian lengan panjang, jika hendak beraktivitas di luar ruangan.
Edi berujar, Petugas BPBD sudah disebar di titik-titik tersebut untuk membagikan masker.
Di antaranya di sekolah, pasar, dan pusat keramaian lain.
"Hari ini kami bagikan masker sebanyak 1.000 lembar. Total masker yang sudah dibagikan sekitar 44.000 lembar," sebut Edi.
Di Klaten, Bupati Sri Mulyani sudah meminta masyarakat tetap tenang dan waspada.
Termasuk siap juga mengantisipasi bila Merapi sewaktu-waktu naik lagi statusnya menjadi siaga.
Hal itu diungkapkannya saat gelar jumpa pers terkait status Gunung Merapi di Rumah Dinas Wakil Bupati Klaten, Selasa (22/5/2018).
Menurut Bupati Sri Mulyani, Pemkab Klaten menganggarkan dana untuk aspirasi peningkatan status Gunung Merapi.
"Untuk penanganan bencana kami siapkan dana Rp 500 juta. Jika dinyatakan darurat Gunung Merapi dana siap dicairkan dan dana Biaya Tak Terduga (BTT) untuk penanganan bencana Rp 2,3 miliar," terangnya.
Kepala Pelaksana BPBD Klaten, Bambang Giyanto menerangkan, desa di Kecamatan Kemalang yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 antara lain di Balerante, Tegalmulyo dan Sidorejo.
Menurutnya jumlah warga yang berada di KRB 3 tersebut di antaranya Balerante 3.500 jiwa, di Sidorejo 4.500 dan Tegalmulyo 3.500 jiwa.
"Saat ini Pemkab Klaten mengajukan dana ke Pemerintah Pusat untuk perbaikan jalur evakuasi di wilayah Kecamatan Kemalang sekitar Rp 100 miliar," urai dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BPPTKG: Letusan Merapi Bukan Lagi Letusan Freatik, tetapi Magmatis"