Ferdinand Hutahaean: Kebijakan Ini Mohon Dipertimbangkan Ulang, Dampaknya Terlalu Bahaya
Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean memberikan tanggapan mengenai kebijkan yang akan diambil Bank Indonesia.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean memberikan tanggapan mengenai kebijkan yang akan diambil Bank Indonesia.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia ungkapkan melalui akun Twitternya yang diunggah pada Jumat (11/5/2018).
Bank Indonesia (BI) mengaku akan mengambil langkah-langkah untuk menjaga nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Diketahui, beberapa hari terakhir, rupiah terus mengalami pelemahan, bahkan sampi sempat tembus Rp 14.100.
Salah satu langkah yang kemungkinan diambil adalah menaikkan suku bunga.
• Berkaca dari Malaysia, Fadli Zon: Tanda-tanda Zaman, Semakin Yakin #2019GantiPresiden
Menurut Ferdinand Hutahaean, jika benar suku bunga dinaikkan, maka dampak yang timbul terlalu membahayakan.
Terlebih jika pasar memberikan respon yang negatif.
Oleh karena itu Ferdinand Hutahaean meminta agar kebijakan ini dipertimbangkan ulang.
@LawanPoLitikJKW: Kebijakan ini mohon dipertimbangkan ulang, dampaknya terlalu bahaya jika pasar merespon negatif.
Sebelumnya Ferdinand Hutahaean juga mengungkapkan kesangsiannya jika suku bunga benar-benar dinaikkan.
@LawanPoLitikJKW: Saya tdk yakin rupiah menguat meski suku bunga dinaikkan.
Masalahnya pasar menangkap sinyal ketidak mampuan pemerintah yg terpotret dr kebijakannya.
Jd ini masalah utamanya adalah KEPERCAYAAN
• Aksi 115, Guntur Romli Sindir Orang yang Pernah Foto Bareng Trump: Luar Biasa Acara Dia Cuci Tangan

Diberitakan sebelumnya, Pengamat Ekonomi Indef Bima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan analisisnya jika pelemahan terhadap rupiah akan berlanjut hingga akhir Mei 2018 dengan level hingga Rp 14.200.
Jika terus mengalami pelemahan, BI dinyatakan bisa menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate 25 hingga 50 basis poin.
Suku bunga yang naik ini diharapkan bisa menjadi dasar naiknya resturn instrumen.
"Kenaikan bunga acuan diharapkan bisa menaikkan return instrumen investasi di Indonesia sehingga dana asing tidak melanjutkan capital flight," kata Bima dikutip Kompas.com, Selasa (8/5/2018).
Bima Yudhistira menyebut jika pelemahan terhadap rupiah juga dipengaruhi oleh kondisi fundamental, bukan hanya ketidakpastian ekonomi global.
Terkait hal itu, Bima pun menyaraknakan agar pemerintah memperkuat kinerja ekonomi domestik.
• Reaksi Said Didu Saat Ditanya Kenapa Tidak Pindah Saja ke Malaysia?
"Pulihkan kepercayaan investor, jaga stabilitas harga baik BBM, listrik, maupun harga pangan jelang Ramadhan sehingga konsumsi rumah tangga yang berperan 56 persen terhadap PDB bisa pulih," imbuh Bima.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan jika pemerintah akan terus melakukan koordinasi.
Terutama untuk menjaga kinerja perekonomian Indonesia tetap membaik, sembari sama-sama melalui penyesuaian terhadap perubahan kebijakan oleh Pemerintah Amerika Serikat.
"Kami akan terus menjaga perekonomian Indonesia, fondasi kami perkuat, kinerja kami perbaiki, hingga apa yang disebut sentimen market itu relatif bisa netral terhadap Indonesia," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyatakan jika pengelolaan dari sisi fiskal tetap terjaga, dengan defisit transaksi berjalan di bawah batas aman 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sedangkan inflasi berada pada kisaran 3,5 persen, serta tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen untuk kuartal I 2018 yang mana dinilai masih baik.
Di sisi lain, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah menyebut jika rupiah tembus Rp 14.000 masih tidak mengkhawatirkan.
• Insiden Mako Brimob, Fadli Zon: Patut Kita Sesalkan Bersama, Ini Jelas Menandakan Ada Masalah
"Jangan terlalu dikhawtirkan jika memang tembus Rp 14.000 seolah-olah kita akan alami kesulitan besar. Tidak, itu hanya psikologis aja. Karena dampaknya secara ekonomi tidak signifikan," kata Nanang, Jumat (4/5/2018).
Nanang menambahkan jika merosotnya rupiah tak seburuk negara lain, seperti Turki, Meksiko, hingga Argentina.
"Mohon ini dipahami bahwa kita tetap terkendali. Karena dampaknya terhadap ekonomi, inflasi, impor, PDB itu dilihat dari perubahannya bukan levelnya.
Di negara lain (volatilitas kurs-nya) bisa 11 persen hingga 12 persen.
Makannya jika dibandingkan dengan Turki, Meksiko, Argentina, dan lainnya, kita bergerak stabil sebenarnya," imbuhnya.(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)