Soal Mahar Politik, Ketua DPD Hanura Jawa Barat: Kalau 1 Milyar Itu Satu Dus Mie Instan
Najwa Shihab mempertanyakan hal tersebut kepada Ketua DPD Hanura Jabar, Farouk Sunge, dirinya justru mengaku jika sering menghitung uang sebanyak itu.
Penulis: Dian Naren
Editor: Dian Naren
TRIBUNWOW.COM - Dalam program Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab, dirinya menampilkan sebuah foto uang dengan pecahan seratus ribu rupiah yang dikemas rapi dalam koper sejumlah Rp 1,75 milliar.
Najwa Shihab mempertanyakan hal tersebut kepada Ketua DPD Hanura Jawa Barat, Farouk Sunge, dirinya justru mengaku jika sering menghitung uang sebanyak itu.
"saya kan ngitung-ngitung begini udah pengalaman", ujar Farouk yang kemudian mendapat sorakan dari hadirin.
"Seratus juta itu satu grup, ya kalau satu milliar kan cuma satu dus indomie", ujarnya menambahkan.
"Oh satu milliar satu dus indomie?", tanya Najwa memastikan.
"ya kurang lebih segitu", tegas Farouk.
BACA Fahri Hamzah Unggah Foto Deddy Corbuzier: Macam-macam Digulung Juga Nih!
Farouk juga dengan gamblang memberikan gambaran bagaimana mereka bertransaksi.
Dalam memberikan mahar politiknya, satu-satu anggota masuk ke dalam ruangan kemudian menyerahkan uang kepada petugas partai pusat.
Farouk juga memberikan pendapat bahwa pada pilkada sebelumnya tidak separah yang sekarang.
"Sebenarnya sebelum-sebelumnya mungkin tidak separah (pilkada) yang sekarang. Kalau yang tidak ada uang, tidak diakomodasi," ujarnya.
Bahkan setelah uang mahar diberikan, surat rekomendasi partai politik akan diberikan dalam waktu paling lama 3 jam.
Lihat videonya di bawah ini.
Tanggapan Bawaslu Soal Mahar Politik Tak Bisa Ditindak
Menurut Bawaslu temuan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti lantaran tidak ada bukti yang kuat.
"Pertama tidak adanya permasalahan dihentikan atau tidak, yang jelas tidak bisa ditindaklanjuti karena alat bukti yang kita dapat tidak bisa terkonfirmasi, karena ada dugaan pelanggaran pidana pemilu mengenai imbalan partai politik, akan tetapi tidak dapat dikroscek," kata Bawaslu.
Sementara itu, Peneliti ICWI Almas Sjafrina menyampaikan jika tidak ditindak, seolah-olah hal ini dibiarkan begitu saja.
Selain itu, menurutnya praktik mahar politik dikhawatirkan akan menimbulkan korupsi setelah pemilu ketika orang tersebut terpilih.
Fenomena ini mencuat lantaran pengakuan La Nyalla yang mengaku diminta uang oleh partainya, Serli Besi, kader Partai Hanura juga mengaku mengalami praktik mahar politik.
Adanya mahar politik disebut-sebut mengakibatkan dirinya gagal maju dalam pemilihan Bupati Garut.
Serli Besi pun mengungkapkan kronologi praktik mahar politik yang dilakukan oleh partainya sendiri itu.
"Kronologisnya, saya dipanggil sama ketua TPP Hanura, Pak Herry Lontung Siregar, dia sebagai Ketua PP, saya dipanggil dan diberitahukan bahwa untuk maju sebagai cagub atau cawagub harus ada kontribusi Rp 350 juta per kursi," kata Serli Besi.
Serli juga mengungkapkan tidak hanya dirinya yang menajdi korban praktik mahar politik.
BACA Dewi Sanca Terima Pesan dari Pria Misterius di Tengah Malam, Netizen Justru Ributkan Kejanggalan Ini
Berdasarkan penuturan Serli, tim Buka Mata kemudian melakukan penelusuran lebih lanjut dan ditemukan bukti-bukti mengejutkan dan pengakuan yang hampir sama dari beberapa orang yang juga gagal maju dalam pilkada.
"Foto-foto uang tunai ratusan juta rupiah dikemas rapi dalam koper diperlihatkan pada tim Buka Mata.
Ada pula sejumlah kuitansi, bukti penyerahan uang ratusan juta rupiah yang diakui sebagai mahar pilkada.
Ini sebagian temuan tim Buka Mata ketika menelusuri dugaan mahar pilkada yang terus menyeruak dalam 2 bulan terakhir.
Tim Buka Mata juga mendapatkan pengakuan-pengakuan yang mengarah pada jual beli rekomendasi/dukungan partai politik dengan mereka yang ingin maju memperebutkan kursi kepala daerah.
Di level calon bupati nilai dukungan yang diminta disebut mencapai 350 juta rupiah per kursi.
Di level calon gubernur nilai dukungan yang diminta disebut puluhan miliar rupiah," tulis @Najwa Shihab.
Diketahui, Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota jelas melarang praktik mahar politik.
Terdapat sanksi jika hal tersebut dilakukan.
Tak hanya sanksi administrasi, dalam undang-undang juga disebutkan adanya sanksi pidana dengan ancaman penjara 17 bulan hingga denda 300 juta rupiah. (TribunWow/Dian Naren)