Hari Ibu
Hari Ibu, Anies Baswedan Bagikan Cerita Tentang Perempuan Ini, Netizen Merinding hingga Berkaca-kaca
Hari Ibu di Indonesia, bukan hanya utk mengingat “ibu” yg melahirkan & membesarkan kita tapi juga mengingat ini.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Hari Ibu di Indonesia, bukan hanya utk mengingat “ibu” yg melahirkan & membesarkan kita tapi juga mengingat pergerakan kaum perempuan menuju memerdekaan & kemajuan bangsa.
Demikian ungkap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam akun Instagram @aniesbaswedan yang diunggah pada Jumat (22/12/2017).
Dalam memperingati Hari Ibu, Anies Baswedan membagikan cerita inspiratif mengenai perjuangan sang nenek.
"Setiap Hari Ibu diperingati maka selalu juga teringat pada Nenek. Barkah namanya. Lahir & besar di Tegal, Jawa Tengah, seorang pegiat pergerakan perempuan sejak pra-kemerdekaan. Beliau adalah salah satu peserta Kongres Perempuan di Jogja," tulisnya.
Anies Baswedan mengungkakpan bahwa saat itu belanda mencegah perempuan-perempuan untuk bisa berangkat ke kongres tersebut.
"Menjelang Kongres, Beliau berangkat sbg utusan dari Tegal, bersama para pegiat perempuan lainnya. Mereka sdh siap dgn tiket kereta ke Jogja.
Baca: PBB Tolak Pengakuan AS Terkait Yerusalem, Begini Reaksi Palestina dan Israel
Saat tiba di Stasiun Tegal, mereka dihalau & dilarang naik kereta.
Petugas2 Belanda saat itu mencegah para perempuan2 utusan utk bs berangkat ke Kongres Perempuan itu.
Perempuan2 itu tdk menyerah & tdk pulang ke rumah. Mereka melawan.
Mereka menantang.
Setelah berdebat & tak juga tembus.
Tahukah apa yg mereka lalukan?
Para perempuan itu menuju ke depan lokomotif kereta yg sdh siap jalan.
Mereka semua berbaring di atas rel kereta, berjejer para perempuan itu memaparkan badan.
Dibawah terik matahari, depan moncong lokomotif mereka pasang badan, mereka tawarkan nyawa: berangkatkan kami atau matikan kami.
Itulah harga mati yg senyatanya.
Stasiun gempar. B
elanda gentar.
Akhirnya mereka diijinkan naik kereta.
Berangkatlah mereka ke Jogja.
Berkongres & ikut membangun pondasi perjuangan perempuan & perjuangan kemerdekaan.
Semua itu dituturkan Nenek saat itu dgn penuh semangat.
Tiap Hari Ibu diperingati, Beliau selalu teringat masa2 perjuangan itu.
Nenek dikarunia umur panjang.
Meski di masa tuanya hrs duduk di kursi roda, Nenek ttp baca koran tiap hari, mengikuti perkembangan & tetap ajak diskusi siapapun yg berkunjung hingga menjelang wafat di usia 93 tahun.
Badannya memang tlh menua tp pikiran & semangatnya sll muda.
Baca ini: Kunker ke Kamp Pengungsi Rohingnya, Fadli Zon: Kondisnya Sangat Menyedihkan, Begini Sederet Fotonya
Saya bersyukur menjadi cucu yg tinggal serumah sejak bayi.
Sehari2 kami bersama di Jogja hingga saya harus berangkat melanjutkan kuliah ke Amerika.
Sejak masa kecil, nenek sering ajak ikut hadir berbagai pertemuan organisasi perempuan.
Selama bersama di Jogja itu pula, berderet kisah perjuangan & hikmah hidup yg diceritakannya, termasuk kisahnya ttg keberangkatan ke Kongres Perempuan itu," tulinya.
Unggahan Anies Baswedan tersebut menuai beragam komentar dari netizen.
@nadillafd: Merinding.
@hafidhatulmillah_15: Bacanya sampek berkaca2 pak. Semangatnya sangat luar biasa.
@noerayla68: Uh..uh..sedih aku..teringat..neneku yg almarhum..smg nenenya paanis sehat selalu.
@fitrimth: Ko terharu yah.
@lanapad: Sudah jelas di balik laki" yg hebat, ada wanita" hebat di belakangnya!.
Sebelumnya, pada moment Hari Ibu ini, Anies Baswedan juga membagikan cerita mengenai sosok ibunya.
"Ini adalah ttg Ibu.
Namanya Aliyah.
Lahir dan besar di kaki gunung Ciremai, di Kuningan Jawa Barat.
Saat lulus SMP, di Kuningan belum ada SMA.
Ayahnya menitipkan pada kerabatnya di Cirebon spy anak perempuan ini bisa meneruskan SMA.
Saat itu sempat jadi bahan “omongan” di kampungnya karena seorang anak perempuan “meninggalkan” rumah bukan karena menikah tapi karena sekolah.
Diantar kakak laki2nya, Ibu naik oplet ke Cirebon.
Selesai SMA, ia ingin jadi guru dan diterima di Unpad jurusan Pedagogi yg kemudian menjadi IKIP Bandung.
Tahun 1965, Ibu, seorang anak perempuan yg dulu digunjingkan di kampung itu, menjadi anak pertama dalam sejarah keluarga besar yg pernah ikut wisuda jadi Sarjana.
Sebuah lembaran baru bagi seluruh keluarga.
Baca: Anies Baswedan Sebut Otoritas Anggaran TGUPP Ada Pada Pemprov, Bukan Kemendragi
Sejak itu Aliyah mengajar di IKIP Bandung hingga mutasi ke IKIP Yogyakarta karena menikah dgn Ayah, Rasyid Baswedan, seorang pria dari Jogja.
Mereka berdua sama-sama dosen.
Ibu masih mengandung anak pertamanya, yaitu saya, ketika harus bolak-balik Yogya-Bandung karena sudah menikah tapi masih harus mengajar di Bandung.
Hingga kini, 52 tahun kemudian, Ibu masih mengajar, masih membimbing disertasi dan masih terus dalam berbagai kegiatan sosial & keagamaan.
Anak angkatnya, umumnya dari daerah2 yg bersekolah di Yogya.
Mereka kini ada di mana2, bahkan salah satu anak angkatnya di Sorong, Papua Barat sana membuat Masjid dan pusat kegiatan dengan dinamai: Aliyah.
Bersyukur bbrp waktu yg lalu sempat antar Ibu menengok dia, yang kini telah jadi “orang” di tanah asalnya di Papua.
Ibu adalah pendidik pertama, pendidik terutama.
Dari Ibu mengalir cinta, kasih, dan doa yg tanpa batas.
Ibu adalah contoh efek perubahan dari visi kesetaraan kesempatan dalam pendidikan.
Kakek adalah seorang yg amat sederhana, hidup di kota kecil & dingin di kaki gunung, kesehariannya adalah usaha sarung tenun tradisional di rumah.
Tidak ada banyak bacaan.
Tapi ia rutin dengarkan radio, ia dengarkan tamu2 dari jauh bertutur tentang kemajuan, ttg perubahan.
Ia berkesimpulan: perempuan harus sekolah hingga tuntas.
Itu sesungguhnya adalah kisah perubahan.
Memberikan kesempatan belajar pada perempuan memiliki dampak lintas generasi," tulisnya.
Unggahan ini pun membuat netizen terharu dan dianggap sangat menyentuh.
@fidaaulia88: Bikin haru.
@ivorygading: Menginspirasi pak.
@masboy_10: Selamat hari ibu, Bu Aliyah kangen didosenin sama ibu sehat selalu Bu aminn.
@nurnanensibee: sgt menginspirasi. (*)
Baca juga: AS Kalah Telak, Pengakuan Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel Batal, Begini Rinciannya