Breaking News:

Jumlah Pasien Difteri di Jakarta Melonjak Drastis, Pengakuan Pihak Keluarga Mengejutkan

Jumlah pasien terjangkit difteri di Jakarta terus mengalami peningkatan, sebelumnya pada 13 Desember tercatat 45 pasien, namun saat ini 90 pasien.

Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
Ilustrasi imunisasi difteri 

TRIBUNWOW.COM - Jumlah pasien terjangkit difteri di Jakarta terus mengalami peningkatan, sebelumnya pada 13 Desember tercatat 45 pasien, namun saat ini sudah meningkat menjadi 90 pasien.

Dilansir Kompas TV pada Senin (18/12/2017), berdasarkan data terkini, 90 pasien difteri tengah dirawat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta.

60 pasien di antaranya adalah anak - anak.

Dari pengakuan keluarga ke pihak rumah sakit, 43 anak-anak yang dirawat tidak menerima imunisasi difteri.

5 keluarga pasien mengaku tidak tahu atau lupa, sementara 2 pasien mengaku tidak melakukan imunisasi.

Ada juga 10 keluarga pasien yang mengatakan bahwa anak-anak mereka telah mendapat imuniasi lengkap, namun mereka tidak bisa menunjukkan alat bukti.

"43 pasien itu memang imunisasinya tidak lengkap, kemudian 5 pasien tidak ingkat lagi tentang imunisasi, kemudian 2 keluarga pasien mengaku tidak melakukan imunisasi. Yang menjadi pertanyaan kami adalah ada 10 pasien anak yang keluarganya mengatakan imuniasi lengkap, tetapi untuk imunisasi lengkap itu kan harus ada bukti, nah saat ini kami belum bisa melihat bukti kalau sudah dilakukan imunisasi lengkap," kata Dirut RSPI Sulianti Saroso, Rita Rogayah.

Selain itu, faktor gizi anak dan kualitas vaksin juga ikut mempengaruhi anak terjangkit difteri.

Sejauh ini, empat pasien dinyatakan membaik dan akan dikembalikan ke rumah sakit yang merawat sebelumnya.

Pihak RSPI mengaku mengalami keterbatasan ruang isolasi.

Karena itu, pasien yang sudah pulih akan dikembalikan ke rumah sakit rujukan asal.

Seperti diberitakan sebelumnya, jumlah pasien yang terjangkit difteri melonjak drastis di sejumlah daerah di Indonesia.

Bahkan ada kasus pasien yang meninggal akibat difteri.

Seperti di Kendal Jawa Tengah, dan Tangerang.

Menurut Direktur Surveilens dan Karantina Kesehatan Kemenkes Jane Supardi, difteri sudah sejak 2009 ditemukan penderitanya di Indonesia.

Menurut Jane, wabah difteri semakin banyak menjangkit anak-anak karena jumlah anak yang tidak di imunisasi meningkat, dari tahun 2009 hingga 2017.

Jane menambahkan sesuai SOP, jika ada satu saja kasus difteri, maka suatu daerah harus masuk kategori KLB.

Untuk menanggulangi, pihak Dinkes setempat wajib memberikan ulang vaksin difteri kepada seluruh penduduk.

Di sisi lain, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sumaryati menyatakan, difteri tidak akan terjadi jika seluruh masyarakat berhasil divaksin.

Kenyataannya, di lapangan, universal coverage immunization (UCI) seringkali tidak mencapai target.

Sumaryati melihat, difteri ada seiring dengan munculnya gerakan antiimunisasi.

Menurutnya, jika 80 persen saja masyarakat divaksin, seharusnya penularan difteri tidak terjadi.

Baca: Gerebek Diskotek di Jakarta, BNN Temukan Laboratorium Pembuatan Narkoba, Begini Modusnya

Pihak dinas kesehatan, melalui puskesmas, sudah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, seperti dengan program Germas (gerakan masyarakat) hingga door to door ke rumah-rumah warga.

Akan tetapi, program tersebut menurut Sumaryati masih belum maksimal, karena sumber daya manusia (SDM) di puskemas terbatas, terlebih setelah puskesmas melayani BPJS.

Sehingga dokter atau petugas puskesmas yang door to door ke rumah warga belum semuanya ada di berbagai wilayah, meski sudah ada iklan di TV.

Sumaryati menyoroti penyebab utama penularan difteri pada anak-anak adalah kurang pahamnya masyarakat, sehingga muncul gerakan antiimunisasi.

Ditambah tokoh-tokoh masyarakat yang mengatakan tidak perlu imunisasi anak, yang membuat banyak masyarakat ragu.

Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan mengaku sudah meminta bantuan dari MUI, lantaran antiimunisasi mencul karena faktor agama.

Meski demikian, Jane Soepardi mengaku belum ada perubahan signifikan dari masyarakat.

Menurut Jane, bahkan pernah ada satu sekolah dan satu pesantren yang menolak imuninasi, yang artinya ratusan anak bisa dengan mudah terjangit difteri dan penyakit lainnya.

Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae yang menular dan berbahaya.

Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lantaran sumbatan saluran nafas atas a toksinnya yang bersifat patogen, menimbulkan komplikasi miokarditis (peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah), gagal ginjal, gagal napas dan gagal sirkulasi.

Baca juga: Aksi Bela Palestina di Jakarta Jadi Sorotan Internasional, PPB Diduga Akan Berikan Suara Hari Ini

"Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal," katanya.

Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.

Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok. (*)

Sumber: Kompas TV
Tags:
Wabah DifteriDKI JakartaJabodetabek
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved