Breaking News:

Mengaku Telah Buat Alat Pemecah Belah Masyarakat, Mantan Bos Facebook Ajak Rehat dari Medsos

Chamath Palihapitiya tak segan mengatakan bahwa para pengusaha dan investor teknologi hanyalah menjual omong kosong.

Editor: Dian Naren

TRIBUNWOW.COM - Mantan pejabat eksekutif Facebook lagi-lagi angkat bicara soal dampak negatif jejaring sosial tersebut.

Kali ini adalah Chamath Palihapitiya, pria yang bergabung di Facebook pada 2007 lantas menjadi Vice President User Growth Facebook.

"Saya merasa sangat bersalah. Kami telah menciptakan alat pemecah belah masyarakat," kata dia.

Dilansir dari Tribunnews Jumat (15/12/2017), hal tersebut ia ungkapkan di saat acara kelulusan mahasiswa Stanford School of Business.

Chamath Palihapitiya juga mengajak masyarakat untuk rehat dari media sosial.

Kritik Chamat Palihapitiya sejatinya tak khusus menyasar Facebook, tetapi ekosistem online secara keseluruhan. Ia menyayangkan ketika interaksi manusia di ranah online diukur melulu lewat ikon jempol, like, dan heart.

"Perputaran respons jangka pendek via media sosial menghancurkan tatanan masyarakat. Tak ada kerja sama, banyak informasi salah, dan tak benar yang beredar. Ini bukan masalah Amerika atau Rusia, ini adalah masalah global," ia menuturkan.

BACA  Gunakan Ojek Online untuk Kirim Bom Rakitan yang Meledak di Tanjung Perak, Motifnya Mengincar . . .

Ia kemudian mengingatkan soal insiden di India beberapa saat lalu. Pesan hoax berantai via WhatsApp berisi tuduhan terhadap tujuh orang sebagai penculik anak. Ujung-ujungnya tujuh orang itu dihukum mati, padahal sebenarnya tak bersalah.

"Bayangkan peristiwa tersebut dibawa ke cakupan lebih besar, ketika orang-orang jahat bisa memanipulasi sekelompok orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan," ia menjelaskan.

Secara pribadi Chamath Palihapitiya mengaku kini membatasi eksistensinya di Facebook. Sementara itu, anak-anaknya dilarang menggunakan platform tersebut sama sekali.

Sebelumnya, ada beberapa mantan eksekutif Facebook dan pihak-pihak terkait yang juga mengutarakan penyesalan mereka. Pada November lalu, investor awal Facebook, Sean Parker, yang melontarkan pendapatnya.

"Facebook mengeksploitasi kelemahan dalam psikologi manusia," ujarnya.

Mantan Product Manager Facebook, Antonio Garcia-Martinez, bahkan menuliskan buku khusus bertajuk "Chaos Monkeys". Isinya soal kritik-kritik sosial yang menyerang Facebook.

Chamath Palihapitiya tak segan mengatakan bahwa para pengusaha dan investor teknologi hanyalah menjual omong kosong. Meski orang-orang tersebut terlihat besar, kata Chamath Palihapitiya, pencapaian mereka lebih cenderung karena keberuntungan ketimbang keterampilan.

"Mereka mendirikan platform internet, memiliki arus transaksi yang baik dan modal besar, lalu ada banyak sekali perubahan teknologi yang hebat. Seiring waktu mereka akan masuk di jejeran 20 pengusaha sukses dan seakan-akan terlihat seperti seorang jenius," ia memungkasi.

Sedangkan menurut Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan generasi milenial kini dapat memanfaatkan media sosial secara positif.

Salah satunya yakni dengan mencurahkan pemikirannya melalui media sosial.

"Perlu adanya ruang terbuka yang bisa menampung beragam kritik di media sosial, agar segala pemikiran dan pendapat tidak menguap," kata Fahri dalam diskusi Asumsilive di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan , Kamis (14/12/2017).

BACA JUGA  Ternyata Minum Air Kelapa Banyak Manfaatnya Lho, Bisa Turunkan Berat Badan hingga Cegah Diabetes

Fahri mengatakan, Media sosial dalam iklim demokrasi seperti di Indonesia dapat meletupkan‎ inisitif manusia.

Sehingga media sosial dapat menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran dan gagasan untuk membangun negara.

"Dari pada saling memaki, saling mem-bully, saling menyindir di sosial media, tidak jelas, tak ketemu," ujarnya

Sementara pegiat media sosial, Iman Sjafei menilai tidak hanya melalui media sosial, anak muda perlu dipertemukan dengan politisi dalam ruang dialog.

Sehingga, akan menambah wawasan generasi muda serta menjebatani pemikiran dengan para generasi milenial yang selalu dipandang berbeda.‎

"Kami ingin para netizen muda yang notabene selalu distigma sebagai generasi millenials yang hanya bisa komentar di sosial media doang, agar biasa membangun dialog serta bersilaturahmi," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Facebook
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved