Gubernur Baru Jakarta
Pidato Anies Bikin Geger, Begini Awal Dilarangnya Penggunaan Kata 'Pribumi' di Indonesia!
"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ucap Anies Baswedan.
Penulis: Dhika Intan Nurrofi Atmaja
Editor: Dhika Intan Nurrofi Atmaja
TRIBUNWOW.COM - Anies Baswedan resmi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Senin (16/10/2017).
Pelantikan Anies dan wakilnya, Sandiaga Uno, dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara.
Resmi menjabat sebagai Gubernur ibukota, sosok Anies ternyata tak lepas dari kontroversi.
Dalam pidato perdananya setelah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies mengucap kata yang seharusnya tak terlontar.
Gara-gara Buni Yani Main Mata, Jaksa Geram di Tengah Pembacaan Pledoi
Saat itu, Anies membicarakan tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme.
Dalam pidato yang berlangsung selama 22 menit tersebut Anies mengatakan 'pribumi ditindas dan dikalahkan'.
"Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan sehari hari," ujar Anies dalam acara Selamatan Jakarta yang digelar di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).
"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ucapnya.
Menteri Pertanian Minta Ekspor Daging Babi ke Indonesia, Reaksi Putin Tak Disangka
Ternyata, kalimat itulah yang dinilai netizen terlalu sensitif terhadap kaum non pribumi.
Lebih dari itu, penggunaan kata 'pribumi' di Indonesia ternyata sudah dilarang sejak lama.
Lantas, bagaimana asal-usul pelarangan penggunaan kata tersebut di Indonesia?
Berikut Tribunwow.com hadirkan ulasan lengkapnya:
Heboh Kata Pribumi di Pidato Anies Baswedan, Benarkah Pribumi Benar-benar Masih Ada?
1. Kerusuhan berbau SARA tandai ketumbangan Orde Baru
Diketahui, 1998 lalu rezim Presiden Soeharto mengalami ketumbangan.
Diketahui, kerusuhan berbau sara terjadi menjelang runtuhnya Orde Baru.
Seperti diberitakan Wartakota empat bulan setelah kerusuhan di Indonesia terjadi atau tepatnya pada 16 September 1998, istilah pribumi dan non-pribumi kemudian dihapuskan.
Markasnya Dihancurkan Militer Amerika, Ternyata Para Calon Relawan Pernah Ditendangi Itunya
2. Masuk dalam Inpres
Pelarangan penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, atau Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.
Inpres tersebut ditandatangani oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Berikut isi lengkapnya:
Berikut ini isi lengkap Inpres 26/1998:
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 1998
TENTANG
MENGHENTIKAN PENGGUNAAN ISTILAH PRIBUMI DAN NON PRIBUMI DALAM SEMUA PERUMUSAN DAN PENYELENGGARAAN KEBIJAKAN, PERENCANAAN PROGRAM, ATAUPUN PELAKSANAAN KEGIATAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ternyata Begini Wajah Member BTS Saat Baru Bangun Tidur, Jadi Pengen Lihat Tiap Pagi!
Menimbang:
bahwa untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dipandang perlu memberi arahan bagi upaya pelaksanaannya.
Mengingat:
Pasal 4 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada:
1. Para Menteri;
2. Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
3. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
4. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Untuk:
PERTAMA:
Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Dapat Ucapan Begini dari Putri Aldi Bragi dan Ikke Nurjanah, Ririn Dwi Ariyanti Mewek!
KEDUA:
Memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada warga negara Indonesia baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut.
KETIGA:
Meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan yang selama ini telah ditetapkan dan dilaksanakan, termasuk antara lain dalam pemberian layanan perizinan usaha, keuangan/perbankan, kependudukan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan penentuan gaji atau penghasilan dan hak-hak pekerja lainnya, sesuai dengan Instruksi Presiden ini.
KEEMPAT:
Para Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II melakukan pembinaan dalam sektor dan wilayah masing-masing terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden ini dikalangan dunia usaha dan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan atas dasar perizinan yang diberikan atas dasar kewenangan yang dimilikinya.
KELIMA:
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan mengkoordinasi pelaksanaan instruksi ini di kalangan para Menteri dan pejabat-pejabat lainnya yang disebut dalam Instruksi Presiden ini.
Instruksi Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
Minum Air Putih dengan Cara Ini Ternyata Bisa Turunkan Berat Badan 4,3 Kg Per Hari, Seampuh Itukah?
Dikeluarkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 September 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
3. Tertuang dalam undang-undang
Tak cuma Inpres, pelarangan penggunaan kata pribumi dan non-pribumi pun tertuang dalam undang-undang.

Dijelaskan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono, undang-undang yang memuat hal tersebut adalah UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis.
Harus Waspada! Anak-anak Korban Pelecahan Seksual Berpotensi Kecanduan Seks saat Dewasa
"Semua pejabat negara dan kita warga bangsa, hindari pakai istilah pribumi, itu UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis," ujar Sumarsono ketika dihubungi Kompas.com , Selasa (17/10/2017).
Dijelaskan Sumarsono lebih lanjut, penggunaan kata pribumi lebih tepat untuk digantikan dengan Warga Negara Indonesia.
"Lebih tepat sebut WNI," ucapnya. (Tribunwow.com/Dhika Intan)