Soal Gunung Agung, Mbah Rono: Letusan Bisa Lebih Besar, atau Bisa Juga Tak Meletus
Ketika berita mengenai aktivitas gunung api di Indonesia merebak, Surono menjadi salah-satu orang yang cukup banyak dicari
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNWOW.COM - Ketika berita mengenai aktivitas gunung api di Indonesia merebak, Surono menjadi salah-satu orang yang cukup banyak dicari, khususnya oleh media, untuk dimintai analisis dan pendapatnya.
Itu bisa dimengerti karena Surono (62) adalah ahli kegunungapian dan geofisika yang terkenal di Indonesia.
Nama Mbah Rono, demikian dia akrab dipanggil, sangat populer saat erupsi Gunung Merapi, Yogyakarta, pada tahun 2010.
Saat itu ia menjabat sebagai Kepala PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi).
Doktor lulusan Universitas Savoei, Chambery, Perancis ini Minggu (24/9/2017) kemarin berada di Bali, menyertai rombongan dari Kementerian Koordinator Kemaritiman mengunjungi pos pengungsian Tanah Ampo di Karangasem.
Di sela-sela kunjungannya itu, Tribun Bali mewawancarai Mbah Rono terkait peningkatan aktivitas Gunung Agung.
Wawancara dilakukan dalam dua kesempatan berbeda, salah-satunya melalui telepon.
Berikut ini hasil wawancara dengan Mbah Rono:
Tribun Bali (TB) : Jika Gunung Agung meletus, kekuatan ledakannya bagaimana menurut bapak?
Surono (S) Kalau yang jadi acuan letusan tahun 1963 ya kira-kira bisa samalah. Tapi bisa juga beda. Bisa lebih kecil atau lebih besar atau malah bisa tidak meletus.
TB: Kenapa bisa saja tidak meletus?
S: Ya kan tidak menjadi ukuran mutlak banyaknya gempa. Kalau sering terjadi gempa, dan gasnya keluar semua ya gak bisa meletus. Banyak parameter yang harus dilihat. Tidak bisa semata dari gempa kemudian dikatakan kekuatan (letusan, red) segini, tidak bisa. Gempa itu kan cuma menandakan bahwa aktivitas gunung api sedang tinggi. Status aktivitas gunung itu tak otomatis jadi rujukan untuk meramal waktu letusan dan dahsyatnya letusan, walaupun aktivitas gempa dan vulkanik di dalam kawah meningkat.
TB: Dari tanda-tanda hasil pantauan aktivitas Gunung Agung yang sempat Bapak ikuti, apakah kira-kira bisa diambil kesimpulan seberapa dekat Gunung Agung akan meletus?
S: Gak bisa. Kan warning atau peringatan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang seperti Awas, Siaga, Waspada atau Normal, itu kan bukan untuk meramal kapan gunung akan meletus dan berapa besar letusannya. Meskipun tingkat aktivitas gunungnya semakin tinggi, tetapi apakah itu akan benar-benar menjadi letusan ya tidak tahu. Jadi, sekalipun pergerakan magma disebutkan mulai naik ke atas, apakah itu berarti gunung harus meletus? Ya belum tentu.
TB: Bisa jadi tidak meletus, itu maksudnya bagaimana?
S: Bisa saja hanya meleleh (material vulkaniknya, red). Artinya ya meletus tapi tidak meledak (ibarat) seperti ledakan kompor tetangga.
TB: Kalau seandainya meletus, dampaknya sampai ke mana?
S: Paling tidak dampak langsungnya tidak melebihi radius 9 kilometer dan perluasan sektoral maksimum 12 kilometer dari gunung itu. Ya seperti yang sudah diumumkan (pemerintah) itu. Karena itu, warga di kawasan bahaya itu harus mengungsi semua toh. Jangan berandai-andai di luar (jarak, red) itu. Kalau berandai-andai, salah sudah pasti dan jika benar hanyalah kebetulan.
TB: Pada letusan Gunung Agung tahun 1963 disebutkan bahwa kekuatannya letusan 10 kali lipat dari letusan Gunung Merapi di Yogya tahun 2010. Benar itu pak? Bagaimana kemungkinan kekuatan letusan jika Gunung Agung meletus ?
S: Ya bisa saja lebih besar dari Merapi, dan bisa pula tidak atau bisa lebih kecil. Letusan Merapi saja kan tiba-tiba lebih besar dari letusan-letusan dia yang lalu-lalu. Ya kalau seandainya Gunung Agung meletus dan letusannya seperti sebelumnya, mereka yang mengungsi 9 kilometer atau maksimum 12 kilometer dari gunung ya aman. Jadi kalau sudah mengungsi sesuai rekomendasi ya aman lah.
TB: Berapa derajat Celcius perkiraan suhu magma dan fluida (cairan) yang sedang bergeser naik ke permukaan Gunung Agung?
S: Kalau suhu magma di selatan Bali sampai cair itu kan mungkin 1.000 derajat Celcius lebih, atau 1.300 derajat lah. Terus bergerak menuju Gunung Agung kan pasti mendingin itu. Enggak tahu saya mendinginnya sampai berapa, tapi cair mungkin tinggal 1.100-an derajat lah.
TB: Untuk Gunung Agung, zat-zat atau unsur apa saja yang terkandung dalam magmanya?
S: Sama seperti gunung api lainnya. Gunung Agung standar saja seperti gunung api lain. Ada belerang, CO2, jelas itu magmanya, silica-nya juga. Tidak ada bedanya dengan gunung api lainnya.
TB: Gas yang terkandung dalam magma?
S: Kalau gas kan hampir setiap gunung api ada. Karena ada panas, panasnya menjadi dingin, magma mendingin kan mengeluarkan gas. Magma bercampur, ada gas belerang, gas PU, CO2, macam-macam itu.
Pemanasan Terus
Kepulan asap solfatara kembali menyembul dari Gunung Agung, Minggu (24/9/2017) pagi.
Namun kepulan asap yang dikeluarkan tidak terlalu tebal.
Asap tipis ini mulai terpantau sejak pukul 06.00 Wita.
"Jadi kondisi terakhir pukul 06.00 Wita secara visual terlihat ada kepulan asap tipis mencapai ketinggian 200 meter dari puncak Gunung Agung. Kepulan asap itu dilaporkan juga dari Rendang dan dari utara ada laporan," jelasnya.
Munculnya kepulan asap putih dari kawah gunung ini mengindikasikan terjadinya pemanasan terus menerus.
"Tadi pagi juga kami lihat ada kepulan asap putih dari kawah. Itu mengindikasikan adanya pemanasan terus menerus. Begitu magmanya mendekat ke permukaan, pemanasan air lebih dulu menjadi uap. Ini yang menyembul ke atas," paparnya.
Sementara pantauan visual Gunung Agung di Pos Pengamatan di Desa Rendang pukul 07.00 Wita, Gunung Agung terlihat jelas walaupun diselimuti kabut tipis.
Namun pukul 11.20 Wita visual Gunung Agung tidak terlihat.
Gunung dengan ketinggian 3.031 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini diselimuti awan mendung tebal disertai kabut.
(Tribun Bali / I Wayan Erwin Widyaswara)
Berita ini telah tayang di Tribun Bali dengan judul Peringatan Awas, Dr Surono: Letusan Bisa Lebih Besar, atau Bisa Juga Tak Meletus karena Ini