Penelitian Ini Menjelaskan Menguap Ternyata Bisa Menular
Bahkan menahan menguap justru membuat dorongan itu lebih kuat lagi. Studi baru itu melibatkan 36 relawan dewasa.
Editor: Yudie
TRIBUNWOW.COM - Ternyata menguap bisa menular.
Dalam sebuah penelitian yang ditayangkan di jurnal Current Biology, menguap menular itu terjadi sekitar 60 persen sampai 70 persen.
Penjelasannya adalah, orang cenderung ikut menguap saat melihat orang di seitarnya menguap.
Bahkan menahan menguap justru membuat dorongan itu lebih kuat lagi.
• Astaga! Taruhan Demi Punya Perut Six Pack dalam 2 Bulan, Seorang Pria Justru Kena Penyakit Ini
Dikutip dari Time, pada studi sebelumnya ditemukan bahwa perilaku ini tidak ada hubungannya dengan mengungkapkan empati atau keinginan untuk berbagi orang lain.
Laporan baru menunjukkan bahwa dorongan untuk meniru menguap orang lain sangat terkait dengan tingkat aktivitas otak pada orang, dan dorongan tersebut hampir tidak mungkin diabaikan atau ditolak.
Studi baru itu melibatkan 36 relawan dewasa.
Pertama, para ilmuwan secara magnetis merangsang otak relawan untuk mengukur seberapa aktif saraf berada di daerah otak tertentu.
Periset fokus pada motor korteks, karena itu terlibat dalam perencanaan dan pergerakan.
Hasil ini membantu periset mengukur bagaimana "menggairahkan" korteks motorik setiap orang.
Di mana mereka punya hipotesis hal itu akan memprediksi kecenderungannya menguap menular.
Kemudian mereka menunjukkan kepada peserta klip video orang yang menguap.
Setengah diinstruksikan untuk menolak menguap, dan setengahnya diberi tahu bahwa mereka bisa menguap sesuka hati.
Kemudian periset menghitung jumlah menguap masing-masing peserta bereaksi, baik yang menguap karena merespon juga mereka menahan menguap.
Mereka menemukan kemampuan untuk menahan menguap setelah orang lain melakukannya "terbatas" dan menjadi lebih sulit jika seseorang mengatakan "jangan menguap."
Mereka juga menemukan bahwa kemungkinan seseorang menguap karena secara langsung melihat yang lain terkait dengan betapa menggairahkan korteks motornya.
"Beberapa dari kita memiliki jaringan motor yang sangat bagus dan sangat rentan terhadap menguap menular, sementara yang lainnya kurang begitu," kata penulis utama studi tersebut Stephen Jackson, profesor cognitive neuroscience dari University of Nottingham.
Dalam percobaan terpisah, tulis Time, para peneliti menguji gagasan ini dan menemukan bahwa stimulasi otak listrik ringan meningkatkan rangsangan ke korteks motor.
Hal itu pada gilirannya mendorong kecenderungan masyarakat untuk menguap menular.
Kemampuan untuk mengubah rangsangan ini -dan dengan itu, kekuatan dorongan semacam itu-mungkin penting untuk memahami kondisi neurologis lainnya, kata para periset.
Dalam artikel yang ditayangkan Time, Jumat (1/9/2017) itu menguap adalah bentuk echophenomena (diartikan sebagai peniruan otomatis dari ucapan atau tindakan seseorang). Karakteristik ini yang juga terlihat pada kondisi seperti epilepsi, demensia, autisme, dan sindrom Tourette.
Memahami bagaimana rasangan menguap dan kekuatan mengubah dorongan menguap bisa menjadi langkah maju dalam dunia medis.