Lebaran 2017
Merasa Dijebak, Begini Cara Mantan Polisi Rayakan Lebaran di Balik Jeruji Besi
Pada tahun 2008, pemberitaan sempat digemparkan dengan kasus istri dan anak seorang polisi yang tewas mengenaskan di rumahnya.
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Pada tahun 2008, pemberitaan sempat digemparkan dengan kasus istri dan anak seorang polisi yang tewas mengenaskan di rumahnya yang terletak di Bitung, Sulawesi Utara.
Saat itu, Kusnaini nama istri polisi tersebut, ditemukan dalam keadaan tewas bersimbah darah dengan enam tikaman di tubuh.
Sementara, Risky sang anak, tergeletak di lantai kamar dengan luka tikaman di dada kiri.
Pembunuhan tersebut diketahui saat sang suami, Brigadir Polisi Satu Ali Marjuni saat hendak beristirahat dan makan siang di rumahnya setelah bertugas sejak pukul 06.00 WITA.
Namun, pada akhirnya, Brigadir Polisi Satu Ali Marjuni ini ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan istri dan anaknya tersebut.
Jokowi Mudik ke Solo, Hal Ini yang Akan Dilakukan selama di Kampung Halaman
Hal tersebut diungkapkan oleh polisi setelah menangkap Rojak, tersangka pembunuhan yang sempat buron.
Diketahui Rojak ditangkap di Sidrap, Sulawesi Selatan ini mengaku nekat membunuh karena dijanjikan modal usaha oleh Ali.
Keterangan serupa diberikan oleh tersangka lainnya yang lebih dahulu tertangkap yang bernama Yus.
Pembunuhan ibu dan anak polisi ini sempat menggemparkan warga perkampungan Wangurer Bitung.
Saat itu, Ali menangis histeris di pelukan atasannya saat itu Kapolda Sulut Brigadir Jenderal Jacky Uly setelah mengetahui istri dan bayinya yang baru berusia tiga tahun tewas dibunuh.
Namun, rupanya itu hanya sandiwara saja karena ternyata Ali dalang di balik aksi pembunuhan sadis itu.
Dari perbuatannya itu, ia pun mendapatkan hukuman penjara seumur hidup.
Lalu bagaimana kabar dirinya setelah 9 tahun mendekam di balik Lapas Tewaan Bitung?
Melansir dari Tribun Manado, yang bertemu langsung dengan Ali di Lapas, Minggu (25/6/2017), bercerita bahwa dirinya selalu terkenang pada istri dan anaknya setiap hari Raya Idul Fitri seperti sekarang ini.
Diketahui, Ali memiliki foto dirinya bersama sang istri dan anaknya.
Setiap ia melihat foto itu pada momen Idul Fitri, ia selalu terbayang masa-masa indah mereka saat masih bersama dahulu kala.
"Setiap idul fitri, mereka sekeluarga selalu berkumpul untuk makan bersama," kata dia lirih.
Tim Tribun Manado menemui Ali saat tengah menyaksikan pembacaan remisi di lapas tersebut.
Terlihat, ia mengamati proses tersebut dengan mashygul.
Ia bahkan mengaku telah menjadi korban peradilan yang sesat.
Pasalnya, ia bersaksi bukan pembunuh anak dan istrinya.
"Saya dijebak, pembunuhnya sudah pernah mengakui itu, Komnas HAM pun sudah memberi rekomendasi, namun proses terhadap saya berjalan terus, saya prihatin," kata dia.
Oleh karena itu, Ali bertekad untuk mencari keadilan.
Ia sudah tiga kali mengajukan grasi.
"Kisah Sengkon Karta menjadi inspirasinya, bahwa ini bisa dilakukan, saya percaya keadilan akan datang pada saya," katanya.
Bukti bahwa dirinya bukan pembunuh anggota keluarganya sendiri adalah adanya pihak keluarga sang istri yang masih rutin mejenguknya tiap Lebaran.
Lebaran Hari Kedua, Ratusan Keluarga Napi Datangi Lapas Cipinang
Ia bercerita untuk selalu diminta tabah oleh pihak keluarga sang istri.
Namun, Ali tidak mengutuk apa yang tengah ia alami saat ini.
Di lapas, Ali terlibat dalam usaha batako yang kini menggeliat di Lapas.
Tak hanya itu, ia juga dikenal aktif membangun Masjid Lapas serta tempat jenguk keluarga.
"Saya ingin berbuat baik untuk membuktikan saya tidak bersalah," kata dia. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)