Demo di Jakarta Berlangsung 'Panas', Apa Sebenarnya Tuntutan Pekerja di Hari Buruh?
Mereka datang dari berbagai daerah sejak pukul 08.00 WIB untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau sering disebut May Day.
Penulis: Dhika Intan Nurrofi Atmaja
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNWOW.COM - Ribuan buruh melakukan aksi long march dari titik kumpul Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat hingga Bundaran Patung Kuda, Jalan MH Thamrin-Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2017).
Mereka datang dari berbagai daerah sejak pukul 08.00 WIB untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau sering disebut May Day.
Aksi yang bermula tertib berubah mencekam saat massa menarik kawat berduri yang melintang di Jalan Medan Merdeka Barat.

Tak cuma itu, beberapa saat kemudian, buruh yang berunjuk rasa membakar karangan bunga yang ditujukan untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat, yang terletak di area Balai Kota.
Oknum buruh yang membakar karangan bunga itu mengaku memiliki niat baik.
Mereka ingin membersihkan area tersebut dengan membakar karangan bunga.
Pasalnya, saking banyaknya karangan bunga yang diletakkan di area Balai Kota hingga Monumen Nasional (Monas), mereka merasa risih dan kotor.
"Saya bertanggungjawab. Tangkap saya kalau berani. Kami yang melakukan ini," jelas orator yang berada di mobil komando, sebagaimana dikutip dari Tribunnews.

Ia pun mempertanyakan keberadaan Satpol PP mengapa tidak membersihkan dan membuang karangan bunga itu.
"Sampah-sampah ini harus segera dibersihkan. Bukan dibiarkan berhari-hari. Mana satpol PP? Kenapa tidak dibersihkan?" tegasnya lagi.
Namun tak berselang lama aksi pembakaran ini langsung dihentikan pihak kepolisian.
Ternyata, massa buruh tak cuma membakar karangan bunga yang diperuntukkan bagi Ahok dan Djarot.
Berdasarkan pantauan Warta Kota, pekerja yang berunjuk rasa ini juga menumpahkan keluh kesahnya di papan karangan bunga.
Bagian depan karangan bunga dimodifikasi dan dituliskan aspirasi para buruh.
Mereka membersihkan hiasan di karangan bunga hingga ucapan terimakasi Ahok-Djarot kemudian membaliknya dan menuliskan tuntutan para buruh.
Sejumlah karangan bunga bertuliskan aspirasi berisi,
"Stop Kompromi, Jangan Mau Dibodohi."
"Berhenti Meminta, Mulai Melawan."
"Buruh Berkuasa."

Suasana pun makin memanas, massa pengunjuk rasa meminta kepolisian membuka kawat berduri yang ada di Jalan Medan Merdeka Barat.
"Buka, buka, buka," teriak massa yang berada di depan Gedung Indosat, Jakarta.
Mengetahui hal ini, pihak kepolisian meminta massa agar tak gegabah.
Sayang, ungkapan tersebut tak digubris hingga akhirnya buruh menyalakan kembang api jenis repeater yang meletup berkali-kali.
Sejumlah kembang api meletus ke arah anggota Brimob Polri yang bersiaga di seberang pagar kawat.
Sejumlah anggota Brimob Polri yang sedang bersantai di belakang mobil Baracuda, sampai-sampai harus menyingkir.
Meski begitu, aksi ini tidak dibalas oleh polisi dan pejagaan tetap dilakukan seperti biasa.
Aksi berlangsung 'panas', lantas apa sebenarnya yang menjadi tuntutan para pekerja ini?
Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menjelaskan ada tiga tuntutan utama para buruh yang tergabung dalam serikat pekerja saat Hari Buruh Internasional.
Ia menjelaskan ada tiga hal utama yang menjadi tuntutan kaum pekerja pada pemerintah.
"Tiga isu yang akan diangkat itu disingkat jadi hosjatum," kata Said saat dihubungi Kompas.com, Minggu (30/4/2017) sore.
"Hapus outsourcing dan magang, jaminan sosial, dan tolak upah murah. Hosjatum serentak diangkat di seluruh wilayah Indonesia," tegasnya.
Lebih lanjut, menurut Said, hosjatum merupakan isu lama yang kembali mencuat.

Sementara soal outsourcing dan magang, sistem tersebut harusnya hanya bisa diberlakukan untuk lima pekerjaan meliputi cleaning service, catering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
Mengenai jaminan sosial, Said minta agar jaminan kesehatan digratiskan dari iuran dan mengambil preminya dari pajak.
Ia juga meminta perbaikan tentang mekanisme rawat inap bagi peserta jaminan sosial yang masih belum pulih dari sakit.
"Batas rawat inap sepuluh hari. Kalau yang sakit itu tifus, sepuluh hari belum sembuh, diminta keluar lalu kerja lagi, kan enggak benar begitu," tutur Said.
Tak cuma itu, Said juga menginginkan kesetaraan jaminan pensiun antara pegawai swasta dan pegawai negeri. (Tribunwow.com/Dhika Intan)