Islam Dipolitisasi, Begini Penyataan Sikap dari GP Ansor
Menanggapi berbagai isu kehidupan beragama di Indonesia yang mulai memanas, Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) memandang perlu adanya pembahasan mengenai
Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNWOW.COM - Menanggapi berbagai isu kehidupan beragama di Indonesia yang mulai memanas, Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) memandang perlu adanya pembahasan mengenai kepemimpinan non-muslim di Indonesia.
Baca: Bikin Ngakak! Gara-Gara Tas, Ibu Ini Berusaha Turun dari Eskalator yang Salah, Berhasil Tidak Ya?
Dalam forum Halaqah Bahtsul Masail yang diselenggarakan secara rutin, GP Ansor mengungkapkan tema kepemimpinan non-muslim di Indonesia ini dipilih karena Islam dan Indonesia adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, termasuk kepentingan politik.
GP Ansor gelisah melihat Islam dipolitisasi dan melakukan penghakiman bahwa pihak yang berbeda pandangan politiknya sebagai 'bukan Islam.'
Kegelisahan ini semakin menguat ketika terdengar kabar adanya spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima pengurusan jenazah seorang muslim yang memilih dan mendukung calon non-muslim.
Baca: Berita Seleb Populer: dari Video Unggahan Ibu Ayu Ting-Ting hingga Foto Sheila Marcia Bikin Heboh
Atas berbagai pertimbangan, GP Ansor menyatakan sikapnya menanggapi kondisi umat dan politisasi agama yang kini terjadi.
Berikut ini adalah sikap yang dikeluarkan oleh GP Ansor dalam forum Halaqah Bahtsul Masail Kiai Muda Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Senin, 13 Maret 2017 di Jakarta.
HALAQAH BAHTSUL MASAIL KIAI MUDA
PIMPINAN PUSAT GERAKAN PEMUDA ANSOR
“KEPEMIMPINAN NON MUSLIM DI INDONESIA"
Sehubungan dengan tren kehidupan keagamaan di Indonesia ini yang menunjukkan
adanya gejala yang semakin intoleran dan menafikan kelompok lain, kami Pimpinan Pusat
Gerakan Pemuda Ansor merasa perlu untuk membahas tema kepemimpinan non-Muslim di
Indonesia dalam Halaqah Bahtsul Masail yang diselenggarakan secara rutin.
Pilihan tema kali ini semata-mata karena kami meyakini bahwa Islam dan Indonesia itu
suatu hal yang tidak bisa dipertentangkan dengan dalih apapun, termasuk kepentingan politik.
Tema kali ini juga sebagai respon atas kegelisahan Gerakan Pemuda Ansor ketika melihat Islam
dipolitisasi sedemikian berlebihan dan menghakimi pihak yang berbeda preferensi politiknya
sebagai bukan Islam.
Lebih parah lagi, kegelisahan dan kekhawatiran yang kami rasakan ini muncul setelah
melihat potret kontestasi politik di Jakarta tidak terkontrol dan cenderung ganas, dan bukan tidak
mungkin dapat menyebar di daerah lain.
Kecenderungan intoleransi sesama umat Islam semakin
kasat mata dan tergambar dengan adanya spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima
pengurusan jenazah Muslim bagi pemilih dan pendukung calon pemimpin non-Muslim.
Oleh karena itu, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor menyatakan beberapa hal
berikut:
1. Mengenai prinsip berbangsa dan bernegara, kami memandang bahwa dengan diterimanya
NKRI, UUD 1945 dan Pancasila sebagai sebuah kesepakatan para pendiri bangsa, yang
salah satunya adalah tokoh NU KH. Wahid Hasyim, maka sebagai warga NU, kami
menerima sistem bernegara dan berbangsa dalam bingkai NKRI.
Dan karena itu, produk turunan dari konsititusi itu sah dan mengikat bagi warga NU dan tentunya warga
Indonesia pada umumnya.
2. Tentang terpilihnya non-Muslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi
adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah.
Dengan demikian keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat,
baik secara konstitusi maupun secara agama.
3. Sebagai warga negara yang beragama (dalam ranah pribadi) boleh memilih atau tidak
memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan.
Karena kami melihat, hal ini sebagai persoalan yang masih dalam tataran khilafiyah (debatable), sehingga masingmasing
pandangan yang menyatakan wajib memilih Muslim maupun boleh memilih nonMuslim
sebagai kepala pemerintahan memiliki landasan dalam hukum Islam.
4. Karena itu, Halaqah Bahtsul Masail Kiai Muda GP Ansor menghimbau kepada umat
Islam di Indonesia untuk meredakan ketegangan pada setiap kontestasi politik, karena
hal tersebut dapat berpotensi memecah belah umat Islam dan NKRI.
Dengan demikian, siapapun yang setuju atau tidak setuju, memiliki landasan hukum agama (fiqh) yang
dapat dibenarkan.
Namun dalam hal khilafiyah (debatable) hendaknya masing-masing
tetap memegang teguh etika amar makruf dan tata krama perbedaan pendapat.
5. Menyikapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini dimana muncul pandangan sebagian
kelompok untuk tidak mensholatkan jenazah lawan politik,
GP Ansor berpendapat bahwa ini merupakan cerminan sikap yang tidak Islami juga tidak Indonesianis. Bagi GP Ansor,
setiap jenazah Muslim tetap wajib disholatkan.
Untuk itu jika tindakan seperti ini terus berlanjut, GP Ansor menyediakan diri untuk mensholatkan jenazah tersebut, termasuk
mentahlilkan selama 40 hari.
H. YAQUT CHOLIL QOUMAS
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor
(Tribunwow.com/Fachri Sakti Nugroho)