Breaking News:

Pasal yang Diduga Bernilai Triliunan Inikah Batu Sandungan Patrialis Akbar?

Uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang PKH memakan korban. Hakim MK kena OTT. Sebuah pasal ditengarai bernilai sangat mahal.

Penulis: Rimawan Prasetiyo
Editor: Rimawan Prasetiyo
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar. 

TRIBUNNEWS.COM - Uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan (PKH) memakan korban. Hakim MK kena OTT. Sebuah pasal ditengarai bernilai sangat mahal!

Sebuah pasal dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 ditengarai yang jadi batu sandungan bagi Patrialis Akbar, Hakim MK yang ditangkap KPK diduga saat itu menerima hadiah atau janji terkait pengujian undang-undang yang diajukan oleh pihak tertentu ke MK, Kamis (26/1/2017).

Sebenarnya apa itu UU Nomor 41 Tahun 2014?

UU tersebut merupakan revisi atas UU No 18 Tahun 2009 tentang PKH.

Produk ini merupakan hasil Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 137/PUU-VII/2009.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 sebuah pasal krusial diduga bernilai triliunan karena mengatur jenis sapi yang bisa diimpor.

Mungkin selain pasal itu masih ada beberapa pasal lain seperti zona atau wilayah dalam negara tertentu yang diperbolehkan untuk dilakukan impor namun pasal ini yang paling penting terutama bagi pihak tertentu seperti pengusaha impor sapi.

Nah pasal tersebut adalah Pasal 36 B.

Pada Pasal 36 B terutama ayat dua disebutkan jenis sapi yang boleh diimpor.

Namun lebih lengkapnya simak Pasal 36 B dari ayat satu sampai enam.

Pasal 36B

(1) Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan Ternak dan Produk Hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.

(2) Pemasukan Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berupa Bakalan.

(3) Pemasukan Ternak ruminansia besar Bakalan tidak boleh melebihi berat tertentu.

(4) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memperoleh izin dari Menteri.

(5) Setiap Orang yang memasukkan Bakalan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan penggemukan di dalam negeri untuk memperoleh nilai tambah dalam jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak dilakukan tindakan karantina berupa pelepasan.

(6) Pemasukan Ternak dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus: a. memenuhi persyaratan teknis Kesehatan Hewan; b. bebas dari Penyakit Hewan Menular yang dipersyaratkan oleh Otoritas Veteriner; dan c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina Hewan.

Pasal ini mengatur bagaimana sapi yang boleh diimpor hanya sapi bakalan bukan sapi siap potong.

Padahal bila dilihat dari efisiensi dan demi keuntungan lebih mudah kalau sapi yang diimpor adalah sapi potong.

Seorang dosen Fakultas Peternakan Unpad, Rochadi Tawaf pernah mengupas terkait kontroversi UU Nomor 41 Tahun 2014 melalui Kompasiana.com pada 3 September 2015.

Simak kupasan Rochadi di sini: Kontroversial UU 41/2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan?

Pada tulisan tersebut Rochadi mencontohkan peristiwa saat puasa dan lebaran tahun 2015.

Pemerintah melalui Menteri Perdagangan saat itu telah mengeluarkan izin impor triwulan II bagi sapi bakalan sebanyak 250.000 ekor.

Tujuannya untuk mengantisipasi agar harga daging sapi tidak melonjak tajam.

Ppemerintah menerbitkan izin impor sebanyak 29.000 ekor sapi siap potong.

Menurut Rochadi kebijakan ini sungguh di luar dugaan, karena pada kasus ini jelas-jelas pemerintah sebenarnya telah melanggar UU No 41/2014 tentang Peternakan dan kesehatan hewan (PKH).

Pada pasal 36B ayat 2, dinyatakan bahwa pemasukan ternak ke dalam negeri harus merupakan bakalan, bukannya sapi siap potong.

Ia menilai pasal ini harusnya bersifat pasal karet, yaitu yang bisa menerima berbagai kriteria sapi bagi kepentingan pengembangan sapi potong dan pemenuhan kebutuhan konsumen di dalam negeri.

Kenyataan ini, merupakan masalah pertama yang dihadapi pemerintah terhadap UU No. 41/2014 yang sangat kontroversial.

Ia mengamati beberapa kontroversial pada UU tersebut terjadi lantaran proses pembahasan yang ditengarai sama sekali tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang sama, dimana mereka turut merumuskan UU No. 18/2009.

Selain itu menurutnya, waktu kelahirannya pun terjadi dipenghujung berakhirnya masa jabatan anggota DPR dan pemerintahan SBY.

Karena waktu pengesehaannya terburu-buru, akibatnya UU ini ia nilai tidak dilakukan pembahasan secara intensif.

Apakah pasal tersebut yang menyandung Patrialis Akbar?

Seperti dilaporkan sebelumnya oleh Theresia Felisiani Reporter Tribunnews.com, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan ‎menjelaskan OTT hakim MK Patrialis Akbar (PA) pada Rabu (25/1/2017) kemarin.

"OTT ini yang diamankan 11 orang, salah satunya hakim di MK.‎ Terdapat indikasi pemberian hadiah atau janji terkait pengujian undang-undang yang diajukan oleh pihak tertentu ke MK," kata Basaria dalam pesan singkatnya, Kamis (26/1/2017).

Basaria melanjutkan saat ini 11 orang yang diamankan itu‎ sedang dilakukan pemeriksaan secara intensif.

"11 orang ini diperiksa untuk didalami perannya masing-masing," ujar Basaria.

Informasi yang dihimpun, 11 orang yang diamankan tersebut diantaranya Tino, Basuki, Kamal, Darsono, Fenny, Patrialis Akbar, Resti, Selamet, Anggi dan Dewi.

‎Masih menurut informasi di lingkungan KPK, Patrialis Akbar ditangkap karena diduga menerima suap terkait uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.

Basaria tak menjelaskan lebih lanjut secara spesifik tentang uji materi nomor 41 tahun 2014 dan kaitannya dengan Patrialis Akbar.

Apakah terkait pasal 36 B? Kita tunggu saja kejelasan kasus ini selanjutnya. (*)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Patrialis AkbarOperasi Tangkap Tangan (OTT)Mahkamah Konstitusi (MK)Via VallenTimnas InggrisTimnas Kroasia
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved