Breaking News:

Pilpres 2019

Polemik Debat Capres Gunakan Bahasa Inggris atau Arab, Najwa Shihab Ajukan Debat ala Amerika Serikat

Wartawan senior Najwa Shihab bersama tim dari program televisi Mata Najwa memberikan usulan debat bagi para kandidat dalam kontestasi pelpres 2019.

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Fachri Sakti Nugroho
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno, Pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2019 

TRIBUNWOW.COM - Wartawan senior Najwa Shihab bersama tim dari program televisi Mata Najwa memberikan usulan debat bagi para kandidat dalam kontestasi pemilihan preisden (pilpres).

Hal ini diajukan Najwa dalam tayangan di YouTube, Narasi TV, Senin (24/9/2018).

Mulanya, ia mengangkat soal isu debat yang menjadi polemik soal penggunaan Bahasa Inggris maupun Bahasa Arab.

"Itu usul dari beberapa politisi yang lucu-lucu, makin banyak politisi lucu di negeri ini, tapi bukan membahas format debatnya, justru yang dibahas adalah bahasa pengantar yang digunakan.

Terlepas dari berbagai retorika yang lucu-lucu, saya malah ingin menggunakan momen debat ini sebagai bagian dari instrumen utama sebuah kontestasi politik," ujar Najwa Shihab mengawali videonya.

Najwa menganggap, debat yang sudah berlangsung secara resmi saat ini terkesan kaku dan searah.

Padahal, di negara Amerika Serikat, debat para kandidat calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) digarap secara mendetail dan serius.

Setelah Sebut Tempe Setipis ATM, Sandiaga Uno Kini Bandingkan Tempe dengan Sampo

"Kalau kita lihat selama ini kita melihat debat calon pejabat publik di negeri ini berlangsung dalam format yang kaku dan cenderung searah dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh panelis atau moderator.

Interaksi antar kandidat juga terbatas dengan format saling bertanya yang berujung hambar, karena masing-masing akan bertanya pada lawannya yang diyakini akan menguntungkan posisinya sendiri.

Padahal sebetulnya banyak debat pejabat publik yang bisa dijadikan acuan, sebutlah Amerika Serikat yang sangat serius menggarap debat capres sejak tahun 1960," katanya.

"Model debat di Amerika Serikat pun dibuat dengan banyak variasi, mulai dari dengan satu moderator, ada yang menggunakan panel dengan tiga jurnalis, atau dengan model town hall dengan mengahadirkan warga.

Tujuannya cuma satu, bagaimana para pemilih bisa mendapatkan infomasi dan yang paling penting bisa membandingkan antara satu kandidat dengan kandidat yang lain," tambah presenter program Mata Najwa ini.

Wartawan ini menambahkan, ia juga pernah menggunakan model debat Amerika Serikat itu dalam kontestasi di Pilkada Jakarta.

Mardani Ali Sera Ungkap Timnya Baka Incar Segmen Pemilih Emak-emak, Milenial, dan Keumatan

Dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menghadiri deklarasi kampanye damai di Lapangan Silang Monas, Minggu (23/9/2018).
Dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menghadiri deklarasi kampanye damai di Lapangan Silang Monas, Minggu (23/9/2018). (KOMPAS.com/ABBA GABRILIN)

"Model debat di Amerika ini sebetulnya juga pernah kami terapkan di Mata Najwa episode babak final pilkada DKI antara Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ketika itu tim Mata Najwa melakukan riset yang cukup dalam, baca buku untuk referensi, studi banding dengan menonton video debat yang ada di Amerika.

Lalu tim Mata Najwa melakukan debat yang memungkinkan kedua kandidat melakukan pertukaran ide antara kandidat itu bisa berlangsung dengan cair.

Durasinya kami buat lebih leluasa sehingga kandidat bisa menyodorkan data, apakah kemudian bisa mengatur ritme sampai juga mengontrol emosi.

Hampir tidak ada sekat dalam masing-masing ide, kandidat saat itu saling beradu pendapat secara cepat bahkan spontan.

Kandidat juga akan peka untuk mendengarkan jawaban lawannya karena proses pertukraran ide berlangsung cepat dan saling tek-tok.

Yang juga perlu diperhatikan adalah pertanyaan yang diajukan dalam debat pejabat publik.

Seringkali pertanyaan terlalu luas karena banyak isu yang ingin dicover sehingga jawabannya juga akan lebar, dan akhirnya cenderung normatif.

Jika pertanyaannya tetap cukup luas, perlu ada mekanisme follow up question (pertanyaan lanjutan) yang kerap terlihat sekarang, pertanyaannya luas, dijawab normatif dan selesai begitu saja tidak ada pertanyaan lanjutan atau tidak ada mekanisme bagi moderator untuk menanyakan lebih jauh," ujarnya.

Buni Yani Gabung Badan Kampanye Nasional Prabowo-Sandi agar Tak Dibui, Teddy Gusnaidi Beri Tanggapan

Ketika menjadi wartawan, Najwa juga acapkali terlibat dalam debat antar kandidat.

Ia bercerita saat itu ia pernah telibat dan melihat secara langsung, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara debat merancang program debat.

Usulan ide debat pun juga pernah disampaikan pada KPU, namun usulan itu terbentur dengan para tim sukses kandidat yang terlalu membatasi jagoannya.

"Saya juga terlibat pemilu beberapa kali di Metro TV dulu diberi kesempatan untuk mengadakan debat.

Saya lihat di mana KPU merancang debat. Ada tiga pihak yang terlihat, tim sukses kandidat, TV penyelenggara, dan KPU.

Waktu itu kami mengajukan format debat yang lebih efektif dan menarik tapi selalu terbentur dengan timses masing-masing kandidat yang cenderung overprotective pada jagoannya, tidak mau ada pertanyaan lanjutan, tidak mau ada mekanisme saling bertanya, dan akhirnya KPU kerap kali tersandera oleh timses yang cenderung main aman.

Jadi usul konkrit daripada saling sindir soal lomba-lomba bagi kandidat, lebih baik timses duduk dengan KPU membuka diri untuk penyelenggaran debat yang lebih bernas yang memungkinkan para pemilih mendapatkan debat yang terbuka.

Mari kita dorong agar penyelenggara capres mengedepankan substansi, konkrit, daripada berkutat pake bahasa Inggris atau arab," tutur Najwa.

Lihat videonya:

Sementara itu, diberitakan dari Kompas.com, Ketua KPU Arief Budiman menyebut pihaknya berencana menggelar debat pasangan capres dan cawapres sebanyak lima kali.

Jumlah tersebut sama dengan Pemilu Presiden 2014.

Menurut Arief, belum ada pembahasan detail mengenai mekanisme debat.

Dari lima kali debat, bisa saja tiga kali debat khusus untuk debat capres dan dua kali debat cawapres.

Atau, bisa juga keseluruhannya debat pasangan capres-cawapres.

"Ada dua desain (debat capres). Satu, tiga kali capres, terus dua kali cawapres, misal begitu. Atau bisa juga lima kalinya akan dilakukan barengan semua (pasangan capres-cawapres)," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).

Sejauh ini, KPU juga belum menyusun jadwal debat Pilpres.

Partai Golkar Terbelah? Sejumlah Kader Nyatakan Dukungannya untuk Prabowo-Sandiaga

Namun, rencananya debat akan mulai digelar tahun 2019.

"Mungkin debatnya itu di 2019 lah. Januari satu kali, Februari satu kali, Maret satu kali, begitu misalnya. Kemudian nanti April kita bikin dua kali, tiga kali gitu," ujar Arief.

Namun demikian, Arief memastikan debat Pilpres akan digelar menggunakan Bahasa Indonesia, tidak menggunakan Bahasa Inggris seperti yang diusulkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, maupun Bahasa Arab sebagaimana yang diusulkan kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Sebab, debat Pilpres tujuannya untuk disimak oleh orang Indonesia.

Oleh karenanya, harus menggunakan bahasa yang dimengerti seluruh warga negara.

"Debat Bahasa Indonesia, wong debat itu yang menyaksikan siapa? Orang Indonesia," tutur Arief.

Namun demikian, jika ada pihak yang mengusulkan debat menggunakan bahasa asing, pihaknya tetap akan menampung.

Tetapi, untuk pelaksanaannya, perlu dipertimbangkan kembali. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Najwa ShihabJokowi-Maruf AminPrabowo-SandiagaPilpres 2019
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved