Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Bandara di Kulonprogo, Aktivis Sebut Cacat Hukum
Seorang aktivis menyebut bahwa alih fungsi lahan pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo termasuk kategori haram
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Muhammad Al Fayyadl, seorang aktivis dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNK-SDA), menyebut bahwa alih fungsi lahan pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo termasuk kategori haram.
Hal itu diungkapkan oleh lelaki jebolan Universite Paris itu ketika selepas memimpin doa bersama para warga terdampak pembangunan bandara.
Menurut Fayyadl, memaksakan untuk tetap melanjutkan membangun bandara merupakan upaya bunuh diri.
Hal itu karena ditinjau dari segi kemanfaatan bandara baru, yang belum mendesak untuk dilakukan pembangunnya saat ini.
Setidaknya ada tiga hal yang diungkapkan Fayyadl mengenai keharaman terkait proses pembangunan bandara yang saat ini tengah dikebut pembangunannya.
“Kecacatan pertama terjadi pada akad jual beli,” ujarnya, Senin (04/12/2017)
Akad jual beli dijelaskan Fayyadl, akan terjadi dan sah manakala kedua belah pihak sama-sama sepakat untuk menjual dan membeli barang.
Menurut dia, di Kulonprogo masih banyak warga yang tidak sepakat dan tidak mau menjual tanah dan bangunannya, sehingga jual-beli dianggap gugur dan tidaks sah.
Kedua, tidak adanya legitimasi hukum dalam pembersihan lahan seluas hampir 600 hektar tersebut yang dilakukan oleh petugas.
“Dan yang ketiga mengenai kebutuhan Bandara baru. Apakah bandara merupakan kepentingan umum yang mendesak untuk dilakukan? Tidak,”ungkap Fayyadl.
Yogyakarta saat ini sudah cukup ramai dengan adanya Bandara Adisutjipto di Maguwoharjo, sehingga tidak perlu kiranya mengorbankan ratusan hektar lahan produktif rakyat.
Dari pertimbangan tersebut, dikatakan Fayyadl alih fungsi lahan produktif menjadi bandara di Kulonprogo merujuk kesepakatan Nahdlotul Ulama (NU) menjadi haram.
Karena di area pembangunan, banyak lahan-lahan produktif yang menjadi gantungan hidup masyarakat.
“Jika bandara tetap dilanjutkan berarti itu adalah pemiskinan,”ujar Fayyadl.
Lelaki berkopiah dan baju putih itu tampak prihatin melihat warga terdampak yang harus berjuang mempertahankan hak tanah dan bangunannya.