Dituding sebagai Plagiat, Lihat Perbandingan Tulisan Afi dan Mita Handayani!
Tulisannya yang berjudul 'Belas Kasih Dalam Agama' milik Afi, dikatakan menjiplak tulisanMita Handayani. Lantas seperti tulisan mereka?
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
TRIBUNWOW.COM - Nama Afi Nihaya Faradisa kini tengah menjadi perbincangan lagi.
Bukan karena tulisan kritisnya yang menjadi viral, melainkan kini siswi kelas III SMA Negeri 1 Gambirang, Banyuwangi dituduh melakukan plagiarisme.
Tulisannya yang berjudul 'Belas Kasih Dalam Agama' yang ia unggah pada 25 Mei 2017, dikatakan menjiplak tulisan dari akun Facebook bernama Mita Handayani.
Pasalnya akun Facebook Mita Handayani pernah menulis tulisan serupa dengan judul 'Agama Kasih' pada 30 Juni 2016.
Muncul Akun Mita Handayani Berikan Pengakuan Soal Afi yang Dituduh Plagiat Tulisannya!
Mengetahui namanya menjadi bahan perbincangan publik atas kejadian plagiarisme ini, Mita Handayani pun memberikan tanggapannya melalui akun Facebooknya pada, Kamis (1/6/2017).
Bagaimana perbandingan tulisan keduanya hingga Afi bisa dituduh menjiplak tulisan dari Mita Handayani?
Simak dan perhatikan tulisan keduanya di bawah ini!
Afi Tak Kuasa Menahan Air Mata saat Bantah Isu Plagiarisme pada Tulisannya Tentang Kasih
Begini tulisan Afi selengkapnya.
BELAS KASIH DALAM AGAMA KITA
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Wanita itu segera melepas sepatunya (untuk digunakan menimba air). Ia pun diampuni karenanya.” (HR. Muslim).
Banyak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama ketika Indonesia dan dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini.
Namun, jika kita menelisik sedikit lebih dalam saja, kita akan menemukan bahwa salah satu doktrin sentral Islam ternyata memang berputar pada prinsip belas kasih.
Kalimat basmalah, pembuka surat-surat Al-Qur'an dan doa yang paling sering diucapkan umat Islam sedunia, mengandung dua sifat utama Tuhan: "Maha Pengasih" dan "Maha Penyayang". Kalimat ini menjadi bukti paling tegas bahwa kasih sayang adalah jiwa dari seluruh ajaran Islam.
Kisah pezina yang diampuni karena belas kasihnya ini mengandung banyak pesan. Pertama, anjing adalah hewan yang secara tradisi dianggap najis dalam Islam. Belas kasih terhadap makhluk yang dianggap hina sekali pun ternyata memiliki arti. Kedua, zina juga adalah dosa yang secara tradisi diganjar hukuman berat, mulai dari cambuk hingga rajam. Namun, belas kasih senilai seteguk air dianggap mampu menebus 'dosa' ini. Yang menarik, tidak ditemukan kisah serupa yang melibatkan dosa lain seperti membunuh dan merampok, yang sudah pasti mengabaikan belas kasih.
Kisah ini bukanlah satu-satunya dalam Islam. Banyak kisah lainnya yang memiliki narasi serupa, yang mengindikasikan bahwa belas kasih dibayar dengan amat mahal dalam Islam.
Kitab Tsalasatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Muhammad Abdul Wahab (yang sering dikaitkan dengan Wahabisme, sekte terkeras dalam Islam saat ini), misalnya, menceritakan satu kisah di mana seseorang ditolak seluruh ibadahnya, namun diampuni karena menyelamatkan seekor lalat yang tenggelam di sebuah gelas. Kitab ini bahkan juga mengutip dorongan untuk berbelas kasih kepada orang kafir sekali pun.
"Kasihilah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu", bunyi lafadz sejumlah hadits yang menjadi dasarnya.
Sayyidina Ali bin Abi-Thalib ra. juga pernah mengatakan: "Mereka yang tidak bersaudara dalam iman bersaudara dalam kemanusiaan."
Kitab Tadzkiratul Auliya (Kisah Para Wali) karya Fariduddin Atthar menyitir kisah lain tentang satu-satunya orang yang diterima ibadah hajinya oleh Allah justru karena membatalkan hajinya agar uang biaya haji itu bisa digunakan untuk menolong tetangganya yang kelaparan.
Kisah semacam ini mungkin akan jarang didengar dan cenderung tidak disukai di kalangan Islam legalistik yang memiliki pendekatan sangat kaku tentang benar dan salah.
Aku pribadi mengelompokkan kisah-kisah ini sebagai post-sharia Islam, atau Islam pasca-syariat. Islam yang tidak lagi berdebat soal percabangan hukum hingga ke tataran seperti batas aurat & jumlah rakaat. Sejenis Islam level berikutnya yang telah melampaui aspek legal formal menuju sesuatu yang lebih esensial. Dan esensi itu bernama belas kasih.
Agaknya tidak mengherankan jika tema ini juga ditemukan di semua agama besar dunia. Mulai dari Yesus yang berdiri membela pezina yang nyaris dihakimi massa, hingga Guan Yin yang dipuja luas di Asia Timur sebagai Dewi Belas Kasih yang mendengar penderitaan dunia.
Agama-agama di dunia ini mungkin berbeda pada tataran syariat dan legal formal, namun melebur dalam esensi yang sama ketika naik ke jenjang berikutnya. Cita-cita rahmatan lil 'ālamīn (belas kasih bagi semesta alam).
Meski sama-sama berjubah dan berjenggot, akan tetapi panutan kita dalam beragama adalah Muhammad SAW yang lembut, rendah hati, dan penuh belas kasih. Bukan Abu Jahal atau Abu Lahab yang licik, sombong, dan penuh amarah.
Beratnya menjadi muslim seperti yang dikatakan rasul: "Muslim ialah orang yang menyelamatkan orang lain dari gangguan lidah dan tangannya."Masih suka memfitnah? Bergunjing? Menyakiti (bahkan membunuh) orang lain dengan lidah dan tanganmu? Muslimkah engkau? Dengan pistol kita bisa membunuh teroris, tapi dengan pemahaman agama yang baik kita bisa membunuh terorisme"
Sementara itu, Mita Handayani melalui akun Facebook-nya pun membuka kembali tulisan yang dianggap warganet diplagiasi oleh Afi pada Kamis (1/6/2017).
Berikut tulisan Mita Handayani selengkapnya yang ditulis pada 30 Juni 2016.

"AGAMA KASIH
Oleh: Mita Handayani
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Wanita itu segera melepas sepatunya (untuk digunakan menimba air). Ia pun diampuni karenanya.” (HR. Muslim).
Banyak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama ketika dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini. Namun jika kita menelisik sedikit lebih dalam saja, kita akan menemukan bahwa salah satu doktrin sentral Islam ternyata memang berputar pada prinsip belas kasih.
Kalimat basmalah, pembuka surat-surat Al-Qur’an dan doa yang paling sering diucapkan umat Islam sedunia, mengandung dua sifat utama Tuhan: “Maha Pengasih” dan “Maha Penyayang”. Kalimat ini menjadi bukti paling tegas bahwa kasih sayang adalah jiwa dari seluruh ajaran Islam.
Kisah pezina yang diampuni karena belas kasihnya ini mengandung banyak pesan. Pertama, anjing adalah hewan yang secara tradisi dianggap najis dalam Islam. Belas kasih terhadap makhluk yang dianggap hina sekali pun ternyata memiliki arti. Kedua, zina juga adalah dosa yang secara tradisi diganjar hukuman berat, mulai dari cambuk hingga rajam. Namun belas kasih senilai seteguk air dianggap mampu menebus ‘dosa’ ini. Yang menarik, tidak ditemukan kisah serupa yang melibatkan dosa lain seperti membunuh dan merampok, yang sudah pasti mengabaikan belas kasih.
Kisah ini bukan lah satu-satunya dalam Islam. Banyak kisah lainnya yang memiliki narasi serupa, yang mengindikasikan bahwa belas kasih dibayar dengan yang amat mahal dalam Islam.
Kitab Tsalasatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Muhammad Abdul Wahab (yang sering dikaitkan dengan Wahabisme, sekte terkeras dalam Islam saat ini) misalnya menceritakan satu kisah di mana seseorang ditolak seluruh ibadahnya, namun diampuni karena menyelamatkan seekor lalat yang tenggelam di gelasnya. Kitab ini bahkan juga mengutip dorongan untuk berbelas kasih kepada orang kafir sekali pun. “Kasihi lah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu,” bunyi lafadz sejumlah hadits yang menjadi dasarnya.
Kitab Tadzkiratul Auliya (Kisah Para Wali) karya Fariduddin Atthar menyitir kisah lain tentang satu-satunya orang yang diterima ibadah hajinya oleh Allah justru karena membatalkan hajinya agar uang bekalnya bisa digunakan untuk menolong tetangganya yang kelaparan.
Kisah semacam ini mungkin akan jarang didengar dan cenderung tidak disukai di kalangan Islam legalistik yang memiliki pendekatan sangat kaku tentang benar dan salah. Aku pribadi mengelompokkan kisah-kisah ini sebagai post-sharia Islam, atau Islam pasca-syariah. Islam yang tidak lagi berdebat soal percabangan hukum hingga ke tataran remeh seperti batas aurat & jumlah rakaat. Sejenis Islam level berikutnya yang telah melampaui aspek legal formal menuju sesuatu yang lebih esensial. Dan esensi itu bernama belas kasih.
Agaknya tidak mengherankan jika tema ini juga ditemukan di semua agama besar dunia. Mulai dari Yesus yang berdiri membela pezina yang nyaris dihakimi massa, hingga Guan Yin yang dipuja luas di Asia Timur sebagai Dewi Belas Kasih yang mendengar penderitaan dunia.
Mungkin ini yang dimaksud sebagian orang ketika berkata bahwa semua agama itu sama. Mungkin berbeda pada tataran syariat dan legal formal, namun melebur dalam esensi yang sama ketika naik ke jenjang berikutnya. Cita-cita rahmatan lil aalamiin (belas kasih bagi semesta alam)."
Mengetahui dirinya dituduh melakukan plagiarisme, Afi pun menjelaskan duduk perkaranya.
Melansir dari KOMPAS.com, Afi menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan hal yang dituduhkan tersebut.
Matanya terlihat berkaca-kaca ketika ia dimintai keterangan mengenai dugaan plagiarisme oleh Bayu Sutiyono dari Kompas TV, di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, pada Kamis (1/6/2017).
Dengan cepat dan singkat, Afi menjawab "tidak" saat diwawancarai Bayu Sutiyono.
Saat itu, Afi mengaku belum mengetahui tuduhan plagiarisme yang ditujukan kepadanya. Karena belum membuka media sosial.
"Saya tidak tahu, saya belum banyak bukan sosmed," ucapnya.
Namun, kata dia, dia sudah banyak menulis dan tulisannya banyak yang di-copy orang.
"Saya memang menulis di akun-akun lama, dari tahun 2012 dan beberapa tulisan di akun Afi tulisan lama. Akun lama Afi sudah di-take down," kata Afi.
Ketika Bayu membacakan bahwa tulisan Afi mengenai 'Belas Kasih Dalam Agama Kita' itu disebut mengutip tulisan Mita Handayani, yang disebut telah menulis pada 30 Juni 2016, dia menjawab tegas.
"Mita Handayani, minta konfirmasi aja sama akun Mita Handayani," kata Afi.
Afi mulai terlihat sedih. Matanya berkaca-kaca.
Namun, dia tetap menjelaskan mengenai dugaan plagiarisme tersebut. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)